Jumat, 07 September 2018

Kapan Buy, Kapan Sell?

Ini barangkali pertanyaan yang paling mendasar bagi seorang trader. Hampir setiap hari selalu ada pertanyaan semacam ini di chat room yang membahas masalah trading. Atau, kalo bukan dalam bentuk pertanyaan, masalah ini muncul dalam keluhan semacam "kenapa aku buy dia turun, giliran aku sell dia naik?" Ok deh, untuk menjawab pertanyaan maupun menanggapi keluhan semacam itu, mari kita coba bahas di sini kapan kita sebaiknya buy dan kapan sell. Secara umum ada dua patokan dalam menentukan kapan kita sebaiknya buy, kapan kita sebaiknya sell.

Pertama: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun).

Metode ini menggunakan prinsip "follow the trend, trend is your friend". Identifikasi trend yang sedang terjadi di market kemudian ikuti saja. Mungkin anda bertanya, bagaimana cara mengidentifikasi trend? Ok, ini juga termasuk FAQ alias pertanyaan yang umum dan rutin juga. Saya akan coba memberi alternatif bagaimana mengidentifikasi trend.

Pada prinsipnya, cara identifikasi trend sangat tergantung pada type trader apa anda: Technicalist atau fundamentalist. Berapa lama anda biasa meng-hold satu posisi: apakah anda termasuk swinger, day trader atau scalper? Bagi trader yang mengandalkan analisis teknikal, trend biasanya diidentifikasi berdasarkan indicator. Ada banyak indicator yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi trend, antara lain yang mudah dan banyak digunakan adalah Parabolic SAR dan "keluarga" Moving Average. Bahasan tentang bagaimana menggunakan dan membaca indikator ini sudah pernah saya bahas dalam artikel-artikel saya sebelumnya.

Kemudian tentang berapa lama anda akan meng-hold satu posisi, hal ini berkaitan erat dengan time frame yang akan anda jadikan patokan dalam ber-trading. Berbeda time frame, bisa jadi berbeda trend yang sedang terjadi. Bisa jadi meskipun trend jangka pendek saat ini sedang turun, kalau trend jangka panjang masih cenderung naik, dan jika anda berencana untuk meng-hold posisi dalam jangka panjang, tentunya sebaiknya anda mengambil posisi Buy.

Trader swinger atau yang cenderung bermain longterm biasanya akan memilih time frame 4H keatas, sedangkan trader yang cenderung scalper atau biasa menghold posisi untuk jangka pendek, biasanya akan memilih time frame di bawah 30menit.

Ok, sekarang, bagaimana dengan trader yang cenderung fundamentalist? Berbeda dengan technicalist yang mengandalkan indikator, trader fundamentalist cenderung mengandalkan news dalam ber-trading. Jadi mereka memprediksi trend dengan memantau perkembangan berita-berita yang berhubungan dengan negara yang mata uangnya mereka trade-kan.

Secara mendasar: berita buruk berarti matauang negara tersebut akan cenderung turun.

Sebaliknya, berita baik berarti mata uang negara tersebut akan cenderung naik. Untuk menghadapi news jang memiliki high impact dan jangka pendek, mereka biasanya membaca arah market dengan membandingkan antara data forecast dan actual yang sehubungan dengan news tersebut. Hmm… sampai di sini anda mungkin bertanya-tanya adakah alternatif yang lain untuk mengidentifikasi trend? Atau barangkali anda males mengamati indikator untuk menjadi technicalist dan juga males mengikuti news untuk jadi fundamentalist?

Ada sih, sebenernya alternatif lain untuk mengidentifikasi dan mengikuti trend. Apaan tuh? Lah, kan saya udah pernah bahas tuh, tentang bagaimana membaca kekuatan buyer-seller di market. Coba baca-baca lagi deh. Intinya sih, tinggal ikuti aja sentimen mayoritas yang ada. Banyakan yang Buy kita ikutan Buy, banyakan yang Sell kita juga ikutan Sell. Simple kan?

Ok, mari kita lanjutkan bahasan kita kemarin tentang kapan waktu yang tepat untuk buy/sell. Kemarin kita sudah membahas tentang prinsip atau patokan pertama untuk buy/sell yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun). Singkatnya dengan patokan ini, kita hanya mengikuti saja trend yang sedang berjalan.

Kali ini, mari kita bahas patokan yang kedua: Buy di lembah (saat harga "di bawah"), Sell di puncak (saat harga "di atas"). Ide dasar dari pemikiran ini adalah untuk memanfaatkan "seluruh" trend yang ada. Seorang temen trader pernah mengatakan, gak enak kalo cuma sekedar mengikuti trend yang sedang atau sudah berjalan atau kita masuk di tengah-tengah trend. Masuk di tengah-tengah trend, apalagi trend yang lagi kenceng-kencengnya, ibaratnya kalo seperti naik bus, kita loncat masuk ke bus yang sedang berjalan.

Sudah resiko jatuhnya tinggi (spread biasanya melebar), belum tentu juga setelah kita masuk ke bus itu, busnya akan terus jalan (jangan-jangan trend-nya sudah akan berakhir). Nah, gimana tuh? Bukannya lebih enak seandainya kita tahu "awal" dari sebuh trend sehingga kita bisa "menaiki" trend tersebut dari awal hingga akhir? Bisakah atau mungkinkah hal tersebut kita lakukan?

Hmm.. kalo kata para master, kita bisa melakukan hal tersebut dengan divergence trading. Divergence dapat dilihat dengan membandingkan price action dan pergerakan dari indikator. Terserah anda mau pake indikator mana: MACD, RSI, stochastic atau indikator lain sejenisnya. Dengan memperhatikan perbedaan antara pergerakan harga dan pergerakan indikator kita bisa mengidentifikasi kapan saat trend akan melambat dan/atau berbalik arah.

Ok deh, lain kali aja kita lanjutkan bahasan tentang divergence trading ini. Sementara kita teruskan dulu perbincangan kita tentang prinsip buy di lembah dan sell di puncak tadi. Sebenernya prinsip buy di lembah dan sell di puncak bisa juga kita terapkan secara sederhana apabila market sedang dalam kondisi sideways. Cukup dengan mengindentifikasi high-low, kita bisa "nyopet pips" dengan melakukan buy saat harga di low dan sell saat harga di high. Atau, bisa dengan bantuan indikator parabolic SAR, Moving Average dan W%R seperti gambar berikut:



Buy di lembah dan sell di puncak dengan bantuan indikator seperti di atas memang cocok untuk time frame rendah dan saat kondisi market sideways, jadi…  harap anda berhati-hati. Kondisi sideways biasanya diakhiri dengan breakout dimana harga melejit naik atau menukik tajam. Jangan sampai kita malahan terjebak buy di puncak, sell di lembah. Nah, sekarang kita sudah membicarakan dua patokan dasar untuk Buy/Sell, yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun) dan/atau Buy di lembah (saat harga "di bawah"), Sell di puncak (saat harga "di atas").

Apapun posisi yang anda ambil, mungkin perlu saya ingatkan lagi tentang perlunya margin management yang intinya menjaga kekuatan margin agar sebisa mungkin terhindar dari MC. Selain margin management, perlu juga dijaga agar kita tidak terjebak over-self confidence. Sering saya denger temen trader yang main hantam buy saat trend sedang turun dan hantam sell saat harga sedang naik. Iya sih, mungkin dia yakin bahwa setelah naik nantinya harga pasti akan turun dan setelah turun pasti harga naik, tapi, who knows? Belum tentu  di seberang gunung ada lembah dan di seberang lembah ada gunung. Bisa jadi di seberang lembah bukannya gunung, tapi malahan lautan dengan palungnya yang dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar