Jumat, 07 September 2018

Pengertian Dan Contoh Strategi Martingale Dalam Forex

Martingale adalah strategi trading berdasar teori probabilitas yang dikembangkan dari teknik judi populer. Strategi Martingale dapat diterapkan pula dalam trading forex.

Banyak orang menilai strategi Martingale adalah bom waktu. Benarkah cara ini efektif untuk digunakan dalam trading forex? Ataukah seperti bom waktu yang bisa merugikan trader? Artikel kali ini akan mengulas apa itu Martingale, pengertian dan contoh penggunaannya dalam forex, beserta risiko yang terjadi bila memakai strategi Martingale.

Pengertian Martingale
Martingale adalah sebuah strategi trading berdasarkan teori probabilitas yang dikembangkan oleh Paul Pierre Levy, Joseph Leo Doob, serta beberapa matematikawan lainnya dari salah satu gaya berjudi populer yang populer di Prancis pada abad ke-18. Gaya berjudi tersebut dilakukan dengan menggandakan taruhan setiap kali mengalami kekalahan, agar bisa langsung menutup semua kerugian dan mendapatkan keuntungan meskipun nantinya hanya mengalami satu kali kemenangan setelah beberapa kali kalah.

Strategi Martingale dapat diterapkan pula dalam trading forex. Aturan main strategi martingale ini adalah ketika Anda melakukan transaksi sekian lot dan setelahnya harga justru bergerak ke arah yang berlawanan dengan keinginan Anda, maka pada transaksi selanjutnya tetap buka posisi ke arah yang sama dengan menggunakan lot sebesar dua kali lipatnya. Sehingga ketika transaksi terakhir profit, maka keuntungannya sudah bisa menutupi semua kerugian dari transaksi-transaksi sebelumnya.
Awalnya, Trader melakukan sell sebanyak 1 lot dengan perkiraan harga akan turun, tetapi ternyata setelah itu harga naik sehingga mengalami loss sebanyak $10. Selanjutnya, trader melakukan sell sebesar 2 lot, tetapi harga masih naik terus dan menimbulkan loss $20.

Ketika harga mencapai tahap berikutnya, trader sell lagi sebanyak 4 lot, tetapi harga masih meningkat dan loss bertambah $40, sehingga trader sell lagi sebanyak 8 lot. Pada titik ini, apabila harga berbalik turun sesuai dengan perkiraan awal trader, maka bisa didapatkan profit sebesar $80 yang secara efektif menutup semua kerugian yang telah dialami sebelumnya, sekaligus memberikan laba bersih $10.

Dengan demikian, strategi Martingale bisa berfungsi sebagai substitusi Stop Loss dalam trading forex. Tanpa perlu mengevaluasi ulang analisa trading sebelumnya, trader "mengejar terus" pergerakan harga hingga mencapai titik dimana harga berbalik ke arah yang diinginkan saat awal pembukaan posisi trading.

Keunggulan Dan Kelemahan Strategi Martingale
Dengan menggunakan strategi Martingale, jumlah lot yang dibuka setelah mengalami kekalahan harus 2 kali lipat dari sebelumnya (jumlah lot selalu 1 langkah di depan kekalahan sebelumnya agar kalau menang maka kekalahan sebelumnya bisa tertutup sekaligus mendapatkan laba). Dilihat secara teori, pergerakan harga takkan selamanya melaju satu arah, pasti akan mengalami pembalikan, sehingga pengguna strategi Martingale pasti akan menang. Namun, masalah utama strategi Martingale terletak pada pertanyaan "kapan menangnya?" Apakah Anda akan menang di langkah ke-5, ke-10, atau ….

Pergerakan setiap pasangan mata uang bisa berlangsung dalam tren bearish ataupun bullish yang berlangsung sangat lama. Oleh karena itu, pada prakteknya, strategi Martingale membutuhkan modal besar. Jika Anda hanya punya dana pas-pasan dan tak mampu bertahan hingga titik pembalikan harga, maka kemungkinan besar akan bangkrut di tengah jalan.

Bagi sebagian trader forex, strategi Martingale sangat menarik karena hanya perlu menang satu kali untuk menutupi kerugian beruntun sebelumnya. Namun, ketika Anda akan menggunakan strategi Martingale, maka harus menghitung ketahanan modal sampai transaksi ke berapa serta menerima kemungkinan dana tetap bisa hangus setelah akun minus berhari-hari dan berulang kali di-inject dana tambahan.

Strategi Sederhana Untuk Scalping

3 langkah yang perlu dilakukan yaitu menentukan arah trend dengan indikator EMA-200, menentukan momentum entry, lalu menentukan level exit sesuai dengan manajemen resiko.
Salah satu yang paling sulit bagi scalper sebelum entry adalah menentukan strategi. Strategi trading ada yang kompleks dan ada yang sederhana, dan membuat rencana untuk entry dengan strategi tertentu bagi scalper tidak harus kompleks. Artikel ini mencontohkan strategi trading yang sederhana dengan indikator CCI (Commodity Channel Index) untuk scalping. Hanya 3 langkah yang perlu dilakukan yaitu menentukan arah trend, menentukan momentum entry dengan indikator CCI, dan menentukan level exit sesuai dengan management resiko.

Menentukan Arah Trend
Scalper biasanya menggunakan time frame 1 menit hingga 15 menit. Untuk menentukan arah trend biasanya digunakan indikator exponential moving average (ema). Pada contoh NZD/USD berikut digunakan ema periode 200. Jika harga bergerak diatas garis kurva ema-200 maka diasumsikan trend sedang bullish dan trader akan menunggu peluang momentum untuk buy, sebaliknya jika harga bergerak dibawah ema-200 maka trader menunggu peluang sell.




Dari gambar di atas, tampak harga masih trending dengan kuat yang ditunjukkan oleh jarak antara penutupan harga dengan ema-200 yang makin lebar. Selain itu pergerakan harga juga membentuk level-level higher high (level high baru yang lebih tinggi dari level high sebelumnya) dan higher low (level low baru yang lebih tinggi dari level low sebelumnya) yang merupakan ciri pergerakan uptrend.
Momentum Entry Dengan Indikator CCI
Karena trading dengan time frame rendah, maka setelah mengetahui arah trend trader harus segera menentukan momentum entry sebelum momentum tersebut hilang dan trend berubah. Salah satu indikator yang bisa membantu menentukan momentum entry adalah CCI. Selain digunakan untuk mengetahui keadaan overbought dan oversold, indikator CCI juga menunjukkan siklus pergerakan harga atau saat-saat pergantian arah trend, yaitu ketika terjadi divergensi antara arah pergerakan harga dan arah pergerakan indikator.




Karena pada contoh ini pergerakan harga uptrend, maka trader akan menunggu terjadinya keadaan oversold untuk entry, yaitu ketika CCI berada dibawah level -100 seperti tampak pada gambar diatas. Sebaliknya untuk entry sell dilakukan hanya bila harga bergerak dibawah garis kurva indikator ema-200 dan indikator CCI menunjukkan keadaan overbought.

Level Exit Sesuai Dengan Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah hal yang krusial dalam scalping karena biasanya trader akan entry beberapa kali dalam sehari. Trader bisa menggunakan level ekstrem (tertinggi atau terendah) sebelumnya sebagai level stop loss, atau dengan menentukan level stop loss pada garis kurva itu sendiri. Risk/reward ratio tidak harus tinggi, tetapi usahakan lebih besar dari 1:1.

Beberapa Resiko Mirror Trading

Mirror trading adalah sebuah strategi dalam trading forex dengan meng-copy strategi para trader forex sukses dari seluruh dunia. Istilah Mirror Trading mungkin akan kita jumpai saat kita mencoba fitur suatu broker forex. Tetapi, apakah Anda mengetahui apa itu Mirror Trading? Supaya jelas, mari kita bedah pengertian Mirror Trading, seberapa besar resiko, serta bagaimana cara mengatasi resiko Mirror Trading tersebut.

Apa Itu Mirror Trading?
Mirror Trading adalah sebuah strategi dalam trading forex dengan meng-copy strategi para trader forex sukses dari seluruh dunia. Diperkenalkan pada akhir tahun 2000-an dan awalnya hanya dipergunakan broker untuk para klien dari institusi, tetapi sekarang juga disediakan untuk investor retail. Dengan Mirror Trading, investor bisa terhindar dari keputusan cenderung emosional. Meski demikian, kita perlu mengetahui apa saja resiko mirror trading ini sebelum menggunakannya.

Mirror Trading biasanya digunakan oleh trader forex yang merasa kurang berpengalaman, dan ingin jalan pintas dengan meniru atau meng-copy strategi para trader yang lebih berpengalaman. Dengan cara ini, trader bisa memilih strategi paling sesuai dengan tujuan hasil akhir yang diinginkannya. Keuntungan lain dari Mirror Trading adalah hampir semua platform trading bisa dilihat hasilnya secara live.

Apa Saja Resiko Mirror Trading?
Namun demikian cara ini mempunyai resiko. Berikut beberapa diantaranya:

1. Rekam Jejak Masa Lalu Tak Memastikan Hasil Di Masa Depan.
Kita tidak dapat mengetahui secara detail apakah strategi trading dari trader yang kita ikuti tersebut akan berakhir profit atau loss. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kinerja trader pilihan tersebut dari rekam jejaknya di masa lalu. Kadang-kadang setelah kerugian beruntun baru bisa menghasilkan profit, atau setelah profit beruntun mengalami kerugian cukup besar.
Satu-satunya cara untuk meminimalisir resiko Mirror Trading adalah dengan memeriksa trader pilihan dengan teliti. Usahakan untuk mencari informasi statistik kinerja tradingnya, seperti kerugian terbesar yang pernah dialami (maximum drawdown) dan perolehan keuntungan terbesar. Resiko lainnya adalah mengenai besarnya resiko pada setiap trade. Jika Anda hanya sepakat pada resiko 2% pada setiap trade, tetapi trader yang diikuti menggunakan strategi resiko 5%, maka Anda telah mempertaruhkan akun Mirror Trading Anda. Banyak follower (investor) mengabaikan resiko per posisi ini hanya karena melihat trader pilihan bisa profit besar.

2. Tergantung Pada Performa Satu Trader Yang Diikuti Saja.
Resiko Mirror Trading lain bisa terjadi jika Anda hanya mengikuti seorang trader saja. Dalam hal ini, Anda akan sangat tergantung pada trader tersebut. Jika dia profit, Anda akan profit juga dan sebaliknya jika merugi.

Untuk menghindari ketergantungan tersebut, Anda bisa melakukan diversifikasi akun Mirror Trading Anda dengan mengikuti beberapa trader pilihan sekaligus. Dengan mengikuti beberapa trader sekaligus, maka  jika salah satu di antara mereka loss, trader pilihan lain bisa menutupi kerugian tersebut dengan perolehan profit mereka.

3. Kita Tak Bisa Intervensi Jika Tak Dipantau.
Kebanyakan platform Mirror Trading bekerja secara offline, yang berarti komputer Anda bisa off, tetapi trading tetap berjalan. Ini menguntungkan karena Anda tidak harus memantau layar komputer untuk melakukan trade. Namun, resikonya Anda tidak bisa mengintervensi secara manual bila strategi yang Anda ikuti ternyata tidak menguntungkan.

Untuk mengatasi hal ini, pilih platform trading yang memungkinkan Anda untuk mengambil opsi tertentu (seperti batalkan trade) untuk mengantisipasi potensi kerugian. Selain itu, saat ini juga banyak platform yang memungkinkan pemantauan via ponsel pintar, sehingga Anda dapat mengamati perubahan dalam akun trading di mana saja, kapan saja.

Terlepas dari beberapa resiko tersebut, Mirror Trading telah banyak digunakan oleh trader Forex dan banyak pula di antara mereka sukses mendulang profit.

Mengenal Order Break-Even Stop

Manajemen trading, terutama manajemen risiko, adalah senjata ampuh yang harus dimiliki oleh setiap trader. Salah satu hal yang harus dipelajari trader adalah penggunaan break-even stop.


Manajemen trading, terutama manajemen risiko, adalah senjata ampuh yang harus dimiliki oleh setiap trader. Sayangnya, kebanyakan trader terlambat menyadari betapa penting penerapan manajemen risiko dalam trading mereka. Beberapa aturan dalam manajemen risiko memang akan sedikit bertentangan dengan sifat alamiah manusia.

Hal itulah yang mungkin menjadi alasan mengapa para trader pemula sering mengabaikannya. Namun, aturan-aturan dalam manajemen risiko tetap bisa dipelajari, lama atau singkatnya, tergantung dari kemampuan masing-masing trader.

Dalam artikel ini, kami akan mengajak Anda untuk mempelajari manajemen risiko secara perlahan-lahan. Pelajaran pertama yang akan kami berikan mungkin akan cukup menantang, yaitu tentang penggunaan break-even stop.

Apakah break-even stop itu?


Break-even stop berlaku ketika seorang trader menyesuaikan order stop mereka ke harga entri  untuk menghapus jumlah risiko awal dari suatu posisi trading. Beberapa trader pemula menolak untuk melakukannya karena mereka takut kalau harga bergerak turun, malah akan mengeluarkan mereka dari trade sebelum mereka sempat mendapat profit. Ketakutan itu memang benar adanya.
Mengenal Order Break-EvenNamun, kenyataannya harga tidak mungkin mundur dan pindah kembali ke trend sebelumnya, tapi harga biasanya akan membuat trend baru dengan pergerakan harga yang terus membentuk signal untuk menciptakan trend selanjutnya. Hal ini memungkinkan Anda untuk tetap berada pada level risiko awal dimana kerugian Anda tidak akan bertambah besar.

Satu hal penting untuk selalu Anda ingat adalah, walaupun Anda telah memiliki trade yang bisa berhenti pada poin break-even, Anda tetap akan mengalami kerugian jika tidak ada tindakan preventif yang dilakukan. Pada gambar di atas, Anda disarankan untuk menetapkan stop loss di bawah level entry, dan baru memindahkannya ke posisi entry saat harga sudah bergerak naik. Bayangkan apa yang terjadi jika Anda tidak lebih dulu memposisikan stop loss di bawah level entry, harga bisa saja tiba-tiba bergerak turun dan mengikis balance trading Anda.

Pergerakan harga di pasar tidak bisa diperkirakan secara pasti, maka dari itu lakukanlah berbagai cara antisipatif untuk mempertahankan kelangsungan akun trading Anda. Bagaimanapun risiko tidak akan bisa dihindari. Yang sebaiknya Anda lakukan adalah memutar otak untuk mendapatkan cara membatasi risiko kerugian yang akan dihadapi.

Waktu Trading Forex Paling Berbahaya

Apakah Anda tahu akan adanya waktu trading forex paling berbahaya? Pada momen-momen ini sangat riskan untuk melakukan open posisi.
Sebagai trader, tentunya Anda tahu bahwa waktu trading forex bisa kapan saja dalam kurun waktu 24 jam, 5 hari seminggu. Trader pun dapat menentukan sendiri apakah akan bertransaksi di pagi hari, siang, ataupun malam. Namun, apakah Anda tahu akan adanya saat-saat berbahaya untuk bertrading forex? Pada momen-momen ini sangat riskan untuk melakukan open posisi, sehingga trader harus memiliki kewaspadaan tinggi.

1. Menjelang Penutupan Pasar Akhir Pekan
Detik-detik menjelang penutupan pasar pada Sabtu dini hari (waktu Indonesia Barat) menjadi momok bagi sebagian trader, sehingga banyak yang memilih untuk "tutup toko" saja di hari Jumat. Pasalnya, pergerakan harga menjelang penutupan pasar disinyalir susah dilacak.

Lebih dari itu, open posisi yang dilakukan terlalu dekat dengan waktu penutupan pasar berpotensi floating hingga hari Senin, melewati libur akhir pekan. Padahal, dalam masa itu dimungkinkan terjadi perkembangan-perkembangan mengejutkan yang mengakibatkan munculnya gap besar di awal pekan berikutnya. Target Profit (TP) maupun Stop Loss (SL) bisa gampang ter-trigger; apalagi kalau tidak pasang SL, maka Margin Call pun di depan mata. Mengingat pergerakan ke depan susah dipetakan, maka banyak trader menghindari waktu trading forex ini.

Namun demikian, bukan berarti tabu bertrading atau membiarkan posisi floating di masa-masa tersebut. Trader yang sengaja "pasang jebakan" untuk profit dari gap yang akan muncul di hari Senin pun ada saja. Waktu trading forex manapun pada dasarnya mengandung risiko tersendiri. Pahami saja bahwa jika Anda siap bertrading dengan risiko lebih tinggi, maka potensi profit pun semestinya lebih menggiurkan.

2. Menjelang Event Terkait Situasi Politik Suatu Negeri
Tahun 2016 dan 2017 diramaikan oleh banyak sekali event semacam ini, ditandai dengan tajuk "referendum" dan "pemilu". Karakteristik event politik adalah momennya tak bisa dipastikan, berbeda dengan rilis data ekonomi yang sudah terjadwal pada kalender forex. Dan biarpun para analis sudah memproyeksinya apa dampaknya bila kubu X mengalahkan Y, tetapi saja pergerakan harga spontan di pasar bisa berlawanan karena adanya faktor euforia.

Ambil contoh Pemilu Presiden AS tahun 2016 lalu. Jauh-jauh hari, para analis memperingatkan bahwa apabila Donald Trump terpilih maka akan memunculkan sederetan bahaya dan ketidakpastian. Namun, segera setelah ia mengalahkan Hillary Clinton, Dolar malah melejit kuat...dan baru sekitar sebulan setelahnya pasar kembali ingat kalau Trump merupakan ancaman bagi stabilitas ekonomi AS maupun Dunia.

Tak hanya event terkait politik. Sebagian trader pun akan menghindari waktu trading forex kapan saja yang berhubungan dengan rilis data ekonomi berpotensi dampak besar. Daripada terlindas volatilitas sesaat, lebih baik cari kesempatan di waktu trading forex lainnya.

Akan tetapi, hanya karena banyak yang menghindarinya dan menilai momen-momen tertentu sebagai waktu trading forex paling berbahaya, tak lantas berarti mustahil untuk profit. Nyatanya, ada juga golongan berjuluk News Trader yang justru sengaja mengincar momen perilisan data ekonomi berdampak tinggi.

Setelah Menang Besar
Apakah Anda termasuk orang yang mengalami loss segera setelah menang besar? Anda tak sendiri. Sindrom ini diderita oleh banyak sekali trader, khususnya pemula. Akar masalahnya ada pada kepercayaan diri berlebihan dan "nafsu" untuk mengejar profit lebih besar lagi.

Lalu, apakah sebaiknya kita stop trading setelah menang besar? Bukan begitu juga. Hanya saja, emosi diri yang hanyut terbawa kegirangan itu perlu dikendalikan jika Anda ingin menjadi trader sukses.

Agar tak terperosok dalam perangkap emosi, sudah banyak sekali artikel  menekankan perlunya rencana trading (trading plan). Dengan rencana trading tersebut, Anda diharapkan sudah memiliki sistem trading tertentu dan tidak menyimpang dari aturan-aturan entry, exit, maupun risk/reward ratio di dalamnya. Tak peduli Anda akan bertransaksi di waktu trading forex paling menguntungkan ataupun paling berbahaya, rencana trading akan berperan sebagai "filter" dari mana Anda bisa menyaring apakah suatu peluang trading itu benar-benar potensial atau justru sebaiknya dilewatkan.

4 Strategi Umum Trading Aktif

Strategi trading aktif memerlukan mentalitas yang menunjukkan bahwa pergerakan harga dalam jangka panjang akan menglahakan pergerakan harga jangka pendek.

Trading Aktif (active trading) adalah tindakan membeli dan menjual instrumen trading dalam waktu yang relatif singkat untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga jangka pendek. Mentalitas yang berkaitan dengan strategi trading aktif membedakannya dengan strategi jangka panjang. Strategi tersebut memerlukan mentalitas yang menunjukkan bahwa pergerakan harga dalam jangka panjang akan mengalahkan pergerakan harga dalam jangka pandek. Dengan kata lain, pergerakan jangka pendek sebaiknya diabaikan.

Strategi Forex

Sebaliknya, trader aktif meyakini pergerakan jangka pendek dan menangkap tren pasar ketika menghasilkan keuntungan. Ada banyak metode yang digunakan untuk menjalankan strategi trading aktif, masing-masing berkaitan dengan kondisi pasar yang tepat dan risiko yang melekat dalam strategi itu. Untuk membahas hal ini lebih lanjut, inilah empat tipe yang paling umum dari trading aktif.

1.Trading Harian
Trading harian (day trading) sepertinya merupakan gaya trading aktif yang paling terkenal, bahkan sering dianggap sebagai arti dari trading aktif itu sendiri. Trading harian, sebagaimana namanya, adalah metode membeli dan menjual di hari yang sama. Posisi transaksi ditutup pada hari yang sama dengan ketika beli dan jual dilakukan. Secara tradisional, trading harian dilakukan oleh trader profesional, seperti spesialis atau market makers. Kendati demikian, sistem trading online kini sudah membuka peluang bagi trader pemula untuk melakukannya.

2.Trading Posisi
Beberapa orang berpendapat trading posisi (position trading) adalah strategi beli dan tahan, dan bukan trading aktif. Kendati demikian, ketika dilakukan oleh trader berpengalaman, trading posisi dapat berupa trading aktif. Trading posisi menggunakan grafik dengan timeframe lebih panjang – mulai dari harian hingga bulanan – dikombinasikan dengan metode lain untuk menentukan tren arah pasar saat itu.

Tipe transaksi ini bisa berlangsung selama beberapa hari hingga pekan dan bahkan lebih lama, tergantung pada pola tren harga. Trader yang sangat memperhatikan tren (trend trader) berusaha untuk menentukan arah dari pasar, tapi mereka tidak berusaha untuk memperkirakan setiap tingkat harga. Lazimnya, trend trader mengikuti tren setelah kondisinya mantap. Ketika tren berhenti, biasanya mereka keluar dari posisinya. Ini berarti dalam periode pasar dengan volatilitas tinggi, lebih sulit untuk bertransaksi dengan mengacu pada tren dan pada umumnya trader mengurangi posisi mereka.
#12. Nilai Tukar Mata Uang.
Nilai tukar mata uang yang kuat akan meningkatkan daya jual dan daya beli sebuah negara terhadap negara lainnya. Negara dengan mata uang yang lebih kuat akan bisa mengimpor produk-produk dari negara lain dengan harga yang lebih murah. Sebaliknya, jika mata uang suatu negara melemah, maka permintaan akan produk-produk negara tersebut akan meningkat karena harganya menjadi lebih murah bagi negara lain.

#13. Tingkat Suku Bunga.
Suku bunga umumnya terdiri atas suku bunga pinjaman dan deposito. Jika tingkat suku bunga meningkat, maka nilai mata uang biasanya cenderung untuk menguat.

Penentuan suku bunga didasarkan pada suku bunga acuan yang ditentukan oleh bank sentral. Sedangkan bank sentral akan menggunakan suku bunga sebagai instrumen untuk membantu mencapai target inflasi tertentu yang diharapkan (tidak terlalu rendah, juga tidak terlalu tinggi). Apabila inflasi sudah terlalu tinggi, maka bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan untuk mengurangi peredaran jumlah uang. Sebaliknya, jika terjadi deflasi atau penurunan laju inflasi, maka bank sentral akan cenderung untuk menurunkan suku bunga acuan.

#14. Corporate Profits (Laba Perusahaan).
Corporate Profits atau keuntungan dari perusahaan-perusahaan besar akan berdampak pada GDP. Jika keuntungan meningkat, maka GDP akan cenderung naik. Harga-harga saham  juga akan meningkat karena investor juga menginvestasikan keuntungan di pasar saham.

#15. Neraca Perdagangan.
Neraca perdagangan adalah selisih total nilai ekspor dan impor. Jika terjadi surplus, berarti ada aliran dana yang masuk. Sedangkan jika terjadi defisit, berarti lebih banyak uang yang keluar dari negara tersebut. Neraca perdagangan yang surplus lebih diinginkan, dan biasanya memperkuat nilai tukar mata uang (kurs).

#16. Harga Komoditi (dalam US Dollar).
Komoditi seringkali berkontribusi besar bagi perekonomian suatu negara. Bagi negara pengekspor, kenaikan harga komoditi akan mendorong GDP meninggi dan perekonomian berkembang. Sedangkan bagi negara pengimpor, kenaikan harga komoditi merepresentasikan meningkatnya biaya-biaya dalam perekonomian.

Karena perdagangan komoditi antar negara umumnya menggunakan mata uang US Dollar, maka yang termasuk indikator ekonomi penting adalah harga komoditi dalam US Dollar di pasar internasional, bukan harga jenis-jenis komoditi di pasar lokal.
3.Trading Swing
Ketika tren berhenti, swinger (swing trader) biasanya mulai bermain. Pada akhir tren, biasanya terjadi volatilitas harga di pasar sebelum tren baru terbentuk. Swing trader membeli atau menjual ketika terjadi volatilitas harga. Swing trader sering menciptakan rumusan transaksi  berdasarkan analisis teknikal atau fundamental; rumusan atau algoritma transaksi ini dirancang untuk mengidentifikasi kapan sebaiknya membeli dan menjual suatu instrumen trading. Meskipun algoritma swing trading tidak harus eksak dalam memprediksi puncak atau lembah gerakan harga, namun memerlukan pasar yang sudah terkonfirmasi arah geraknya. Kondisi pasar ranging atau sideways dianggap kurang menguntungkan bagi swing trader.

4. Scalping
Scalping adalah salah satu strategi tercepat yang diterapkan trader aktif. Termasuk dalam scalping adalah mengeksploitasi berbagai kesenjangan (gap) harga yang disebabkan oleh selisih permintaan/penawaran (bid/ask) dan arus order. Strategi ini secara umum bekerja dengan membuat selisih (spread) atau membeli pada harga bid dan menjual pada harga ask untuk mendapatkan selisih antara kedua titik harga. Para scalper berusaha menahan posisi mereka dalam tempo yang pendek, sekaligus mengurangi risiko yang berkaitan dengan strategi tersebut.

Sebagai tambahan, seorang scalper tidak berusaha mengeksploitasi secara besar-besaran atau bergerak dengan volume yang besar, melainkan mereka berusaha untuk mengambil peluang dari pergerakan kecil yang sering terjadi, dan menggerakkan volume yang lebih kecil dengan lebih sering. Karena tingkat keuntungan per transaksi cenderung kecil, scalper akan mencari pasar yang lebih likuid untuk meningkatkan frekuensi transaksi mereka. Tidak seperti swing trader, scalper menyukai pasar yang tidak riuh, yang tidak rentan terhadap pergerakan harga secara mendadak, sehingga berpotensi menghasilkan spread berkali-kali pada harga bid/ask.

Biaya-biaya pada strategi trading
Ada beberapa alasan mengapa strategi trading aktif hanya dapat dilaksanakan sekali oleh trader profesional. Bukan hanya untuk mengurangi biaya-biaya yang ditetapkan broker berkaitan dengan frekuensi trading yang tinggi, tetapi juga untuk memastikan eksekusi order yang lebih baik.

Komisi yang lebih rendah dan eksekusi yang lebih baik adalah dua elemen yang meningkatkan potensi keuntungan dari suatu strategi. Terkadang, trader juga mengeluarkan biaya tambahan untuk perangkat keras dan lunak yang penting untuk keberhasilan implementasi strategi-strategi tersebut. Biaya-biaya itu juga memiliki peranan dalam menentukan keberhasilan dan keuntungan dari trading aktif, meskipun terasa agak mahal bagi trader individual dan tak semuanya bermanfaat.

Kesimpulan
Trader aktif dapat menerapkan salah satu atau beberapa strategi yang telah disebutkan di atas. Meskipun demikian, sebelum memutuskan untuk menggunakan strategi tersebut, risiko dan biaya yang berkaitan dengan masing-masing strategi perlu diperhitungkan dan dipertimbangkan.

Psikologi Trading Yang Menguntungkan

Ada banyak pro dan kontra mengenai faktor psikologis dalam kesuksesan trading forex. Sejauh manakah psikologi dapat mempengaruhi kesuksesan?

Artikel ini mengulas tentang seberapa jauh peran psikologi dalam trading forex. Apakah psikologi menjadi faktor utama dalam keberhasilan trading? Ada pendapat yang mengatakan bahwa faktor psikologi kurang berperan, yang menentukan kesuksesan dalam trading adalah sinyal trading. Sementara yang lain mengatakan bahwa faktor psikologi berperan 80% hingga 90%. Namun dari survey yang pernah dilakukan, psikologi dalam trading sangat menentukan kesuksesan seorang trader.

Banyak trader yang masih tidak komit pada aturan trading yang dibuatnya sendiri, misalnya sifat serakah yang bisa menyebabkan hasil trading tidak sesuai dengan yang diharapkan, atau sifat percaya diri yang berlebihan (over confidence) dan ketidak-sabaran. Semuanya itu akibat trader kurang peduli pada psikologi trading. Pada kenyataannya faktor psikologi sangat menentukan keberhasilan dalam trading. Dalam menyikapi pentingnya faktor psikologi, trader terbagi dalam 4 tingkatan:

Tingkat pertama - trader yang sama sekali tidak mempedulikan pentingnya psikologi dalam trading, mereka hanya konsentrasi pada analisa teknikal. Trader yang demikian percaya sepenuhnya bahwa hanya faktor teknikal saja yang akan membawa keberhasilan dalam trading. Mereka yakin jika ternyata tidak berhasil atau mengalami kerugian berarti ada yang salah dalam cara menganalisa.

Tingkat kedua - trader yang mulai sadar akan adanya faktor lain yang mempengaruhi cara tradingnya sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Trader tersebut telah mahir dalam membaca chart dan menganalisa pasar, namun tetap saja belum memperoleh hasil yang konsisten. Ia mulai mencari tahu dengan membaca berbagai hal dalam trading dan mendengar dari trader lain.

Pada akhirnya, ia akan menemukan jawaban bahwa pikirannya akan berpengaruh pada kinerja trading, dan tidak selalu bisa dikendalikan dengan sadar. Ia juga mulai sadar bahwa pergerakan pasar cenderung tidak menentu dan agar bisa trading dengan benar diperlukan cara berpikir yang benar dan disiplin.
Tingkat ketiga - trader mulai berusaha untuk menghilangkan hambatan yang datang dari dalam. Ia mulai berusaha untuk memanage perilaku dalam trading dengan berusaha untuk mengikuti rencana trading sesuai dengan aturan yang telah dibuat.

Pada tingkatan ini, trader mulai mendapat pencerahan mengenai pentingnya faktor psikologi,

dan mulai menyesuaikan dengan bertindak sesuai yang dipikirkannya. Ia berusaha untuk tidak lagi terlalu percaya diri ketika memperoleh profit atau terlalu kecewa ketika mengalami kerugian. Selain itu ia juga berusaha menghindari sinyal-sinyal trading dengan probabilitas rendah dan sabar menunggu sinyal yang benar-benar valid.

Transisi dari tingkatan kedua ke tingkatan ketiga diperlukan proses dan waktu yang bergantung pada kemauan dan ketekunan trader. Sikap trader yang telah mencapai tingkatan ini akan tampak pada kehidupannya sehari-hari. Ia akan lebih disiplin dan lebih bisa mengendalikan dirinya. Ia tidak cepat bereaksi dan akan berusaha untuk sabar dalam mengantisipasi keadaan.

Tingkat keempat - trader mulai mengerti akan pentingnya faktor psikologi dalam trading, dan sadar bahwa tidak mudah untuk bisa menerapkan faktor-faktor psikologi yang menguntungkan dalam trading. Namun jika ia telah siap dan bisa melewati masa transisi, hal itu tidaklah sulit untuk diwujudkan. Trader yang ada pada tingkatan ini akan tampak pada kebiasaan tradingnya yang berubah dari sebelumnya.

Untuk menerapkan psikologi trading yang menguntungkan, Anda mesti melewati tingkat-tingkat tersebut diatas terutama tingkat ketiga dan keempat. Dengan selalu belajar dan berlatih, Anda akan bisa trading dengan tanpa emosi, disiplin dan sabar.

Rahasia Dan Realita Strategi News Trading

Rilis data ekonomi merupakan peluang mendulang profit. Namun, trader jarang mengetahui apa itu News Trading dan bagaimana cara menyusun strategi News Trading yang tepat.

News Trading, atau Trading The News, adalah teknik untuk memperjualbelikan saham, mata uang (forex), atau aset berharga lain di pasar finansial berdasarkan peluang trading yang muncul di sekitar perilisan suatu berita. Beberapa berita yang sering menjadi subjek strategi News Trading adalah Non Farm Payroll (NFP) dan Gross Domestic Products (GDP) Amerika Serikat. Di pasar forex, masing-masing bisa memicu pergerakan hingga ratusan pips dalam jangka waktu singkat, sehingga banyak trader menunggu-nunggu momen pengumumannya. Akan tetapi, tak banyak trader memahami apa itu News Trading.

#Salah Kaprah Tentang Strategi News Trading
Data dan berita ekonomi (news) termasuk salah satu penggerak pasar forex; hal ini diketahui oleh semua orang. Tetapi, cara News mempengaruhi pasar sebenarnya berbeda dari anggapan kebanyakan trader. Sesungguhnya, rilis data ekonomi bukan hanya berdampak seketika di pasar finansial, melainkan pencerminan dari kondisi negeri. Dalam konteks ini, maka bisa dipetik simpulan bahwa dampak News bukan hanya di momen setelah dirilis semata.

Mayoritas trader forex pemula beranggapan bahwa News akan langsung terefleksikan pada pergerakan harga. Karenanya, mereka kemudian mengeluh dan mempertanyakan ketika harga tidak langsung bergerak sesuai dengan arah yang "seharusnya", mengatakan bahwa News Trading itu "impossible". Misalnya ketika data GDP menurun, tetapi Dolar AS malah menguat, atau datar tanpa tanda-tanda goyah.

Padahal nyatanya, banyak juga yang menerapkan strategi News Trading dan membuktikan  bahwa itu adalah salah satu teknik menguntungkan. Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diingat-ingat tentang News Trading ini.

#Pair Mata Uang Dan Waktu News Trading
Tak semua mata uang bisa menjadi fokus dalam News Trading. Di pasar forex, umumnya trader hanya memilih pasangan mata uang yang paling likuid sebagai subjek News Trading. Diantaranya: EUR/USD, USD/JPY, AUD/USD, GBP/USD, GBP/JPY, dan lain-lain
Diantara semua itu, pair-pair yang berhubungan dengan Dolar AS memiliki kecenderungan untuk terimbas paling besar di pasar. Pun, berita-berita yang berdampak paling bombastis biasanya dirilis di sekitar Sesi New York, karena pasar paling ramai dan volatile dalam periode ini. Bukan berarti tak ada rilis data yang bisa dijadikan bahan News Trading di momen lain; hanya saja, ini adalah waktu yang paling profitable.

Sesuai dengan pepatah "High Profit, High Risk", maka dengan arah yang sama, potensi loss pun paling besar. Jelas bahwa News Trading di masa-masa ini akan membutuhkan teknik Money Management yang mantap, jika tak ingin dilindas pergerakan harga di pasar.

#Macam-Macam Strategi News Trading
Satu lagi salah kaprah tentang strategi News Trading di kalangan trader, yaitu bahwa teknik ini hanya bisa dilakukan di sekitar waktu rilis data ekonomi saja. Nyatanya, ada bermacam-macam tipe strategi News Trading, dan setiap trader bisa mengembangkan sistemnya sendiri dalam hal penentuan exit dan entry.

#Memasang Perangkap Di Dua Sisi Pasar
Sejumlah trader memasang posisi di dua sisi pasar sebelum rilis suatu berita penting menggunakan teknik mirip hedging. Di sini, trader membuka posisi long dan short secara Pending di satu pair mata uang yang sama sebelum rilis, tetapi eksekusi baru dilancarkan setelah berita keluar. Mereka bisa jadi mengalami loss di satu sisi, tetapi diharapkan mendapatkan profit jauh lebih besar di sisi lainnya. Ada beberapa variasi dari tipe ini.

Variasi pertama, begitu angka data ekonomi dirilis, trader akan take profit dari posisi trading pertama. Di saat bersamaan, trader membiarkan posisi satunya yang loss untuk floating hingga pasar kembali ke jalur normal-nya pasca euforia rilis berita berakhir dan jumlah loss berkurang.

Variasi kedua, trader memasang stop loss di kedua sisi. Begitu stop loss di satu sisi tersentuh, maka posisi satunya yang menang dibiarkan floating guna mendapatkan profit tambahan atau dilikuidasi sesegera mungkin, sesuai kondisi pasar. Variasi ini telah dipraktekkan oleh salah satu penulis Seputarforex dan pengalamannya dituangkan dalam artikel Memanfaatkan Eforia Pasar Saat Release News.

#Trading Jangka Panjang
Sejumlah hasil studi akademis menyebutkan bahwa dampak sejumlah rilis data ekonomi bisa memanjang hingga periode mingguan atau bulanan, lebih dari sekedar satu hari ketika pengumuman saja. Beberapa diantara data berdampak besar dan panjang adalah Non Farm Payroll dan keputusan suku bunga Federal Reserve.

Walaupun memang pasar bereaksi spontan, tetapi konsekuensi dari mekanisme suku bunga dan kondisi ketenagakerjaan akan tersisa dalam jangka panjang di berbagai sektor ekonomi. Artinya, menggunakan data-data tersebut sebagai basis strategi News Trading dalam jangka panjang tentu memungkinkan.

Trader yang menggunakan teknik ini biasanya membangun posisinya sedikit demi sedikit berdasarkan data-data ekonomi yang dirilis tak terlalu sering, seperti GDP kuartalan. Mereka pun biasanya menyusun kompilasi update dan revisi data-data ekonomi penting lainnya terkait pair-pair yang ditradingkannya dari waktu ke waktu guna menentukan apakah arah pergerakan harga suatu mata uang atau pair ke depan itu condong pada bullish atau bearish, lalu membuka posisi searah dengan simpulannya. Detail seperti ini agaknya berada dibalik kesuksesan sejumlah milyarder dunia.

#Trading Jangka Pendek
Untuk melaksanakan strategi News Trading dengan sasaran profit dalam jangka pendek, trader pertama-tama harus memiliki gambaran jelas tentang News macam apa yang bisa ditradingkan. Selain itu, sebuah sistem trading berisi kriteria kondisi di mana entry dan exit posisi dipasang juga perlu disusun. Trader pun harus benar-benar disiplin dalam menerapkan metode yang telah dibuat. Contohnya seperti dipa
parkan dalam Strategi Trading NFP Sederhana Ala Cory Mitchell.

#Menyusun Strategi News Trading
Satu hal yang perlu dicamkan oleh setiap trader adalah mengenai unsur ketidakpastian pasar. Tak peduli bagaimana kita sudah mempersiapkan sistem, tetap saja ada kemungkinan loss karena kondisi tidak sesuai dengan ekspektasi.
Demikian pula dalam News Trading. Reaksi pasar pada data ekonomi apapun, sejatinya tak bisa diprediksi. Ada kemungkinan data dirilis sesuai dengan ekspektasi analis yang disebarkan oleh kantor-kantor berita finansial, tetapi ada kalanya juga hasil rilis sangat jauh dari perkiraan.

Lebih dari itu, hampir tidak mungkin untuk menebak seberapa volatile reaksi pasar terhadap suatu News Release. Bisa jadi pasar bergerak 50 pip, 100 pip, 200 pip, atau justru bergeming. Arahnya bisa melanjutkan tren sebelumnya, bisa pula berbalik drastis, atau datar-datar saja. Kadang bahkan pergerakan 50 pips langsung dibalas dengan berbalik 150 pips.

Penyebab dari ketidakpastian adalah banyaknya spekulan yang bermain di pasar dan semuanya berniat mendapatkan profit instan. Hal ini bakal memicu spread dan volume trading meningkat dalam waktu singkat. Akan tetapi, di saat yang sama, latar belakang teknikal dari pergerakan harga bakal memudar. Setelah trader "ninja" seperti ini keluar dari pasar, giliran Momentum Trader yang terjun ke pasar dan mengompori tren jangka pendek.

Semua ini sama sekali bukan berarti News Trading itu tak mungkin dilakukan atau susah. News Trading tak jauh beda dengan teknik mencari peluang di pasar forex lainnya. Yang perlu dicamkan oleh seorang trader adalah bahwa ia tengah terlibat dalam sebuah permainan probabilitas. Ia perlu memahami bahwa dirinya tak bisa memastikan pasar bergerak ke arah tertentu, sehingga Money Management dan kendali risiko yang tepat perlu diterapkan. Stop loss tidak boleh terlalu ketat, sedangkan kombinasi Leverage dan Position Size sebaiknya moderat.

Dengan mempertimbangkan semua itu, maka tatanan yang perlu dipertimbangkan dalam membuat sebuah strategi News Trading diantaranya:
Apakah akan membuka posisi hanya bila data telah memicu gejolak di pasar?
Gejolak seberapa besar (dalam ukuran pips)? Atau dibuka sebelum gejolak muncul?
Seberapa ambang data yang diperkirakan, dan apakah posisi trading akan dibuka di atas, di bawah, atau diantara keduanya?
Seberapa lama posisi trading akan dibiarkan floating?
Pada level teknikal mana Take Profit dan Stop Loss akan ditempatkan?

Strategi News Trading perlu dibuat sebelum waktu rilis berita. Saat momen yang dinantikan tiba, trader perlu bergerak ibarat robot EA full otomatis mentaati strategi tersebut, agar bebas dari tingkah-polah pasar yang sering irasional dan bergelimang euforia.

16 Indikator Ekonomi Penting

Penting bagi kita sebagai pelaku pasar untuk mengetahui indikator ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, agar bisa mengambil keputusan yang tepat dalam trading.
Para pakar dan analis selalu membicarakan arah perekonomian berdasarkan pembacaan atas indikator - indikator ekonomi penting, dan itu memang pekerjaan mereka. Namun, seperti yang Anda ketahui, sering kali prediksi mereka salah.

Sebagai contoh, kepala The Fed Ben Bernanke pada tahun 2007 pernah memprediksikan bahwa Amerika Serikat tidak akan mengalami resesi. Saat itu ia mengatakan bahwa pasar saham dan perumahan sangat menjanjikan. Tetapi, perkiraan Bernanke tersebut ternyata keliru.

Karena prediksi para pakar tidak selalu benar, maka penting bagi kita sebagai pelaku pasar untuk mengerti dan memperhatikan perkembangan ekonomi dan faktor-faktor yang bisa mempengaruhinya. Sehingga, kita bisa mengambil keputusan yang tepat dalam investasi jangka panjang maupun trading forex.

#Indikator Ekonomi Penting

Secara umum, indikator ekonomi penting yang perlu kita ketahui, dapat dibagi dua:

#1.Indikator-indikator leading (leading indicators) yaitu indikator yang akan berubah mendahului keadaan sebenarnya, dan indikator leading ini digunakan untuk memprediksikan trend pada waktu yang akan datang.


#2.Indikator-indikator lagging (lagging indicators) yaitu indikator yang berubah setelah trend terbentuk. Meski tidak menunjukkan arah pergerakan ekonomi, indikator lagging mengkonfirmasi perubahan yang telah terjadi, dan mengindikasikan perubahan kondisi ekonomi dalam jangka panjang.

#Indikator Ekonomi Penting Bersifat Leading
Karena indikator leading sangat potensial untuk memprediksikan arah perekonomian, maka penentu kebijakan fiskal (pemerintah) dan moneter (bank sentral) menggunakannya sebagai acuan dalam mengatur kebijakannya untuk menghindari resesi atau dampak negatif lain dalam perekonomian. Indikator ekonomi penting bersifat leading yang sering diperhatikan ada tujuh jenis.

#1. Pasar Saham.
Meski pasar saham bukan indikator yang paling penting, tetapi indeks harga saham adalah yang pertama kali dilihat pelaku pasar untuk mengetahui perkembangan ekonomi saat ini. Harga saham mencerminkan harapan perolehan badan-badan usaha milik negara maupun perusahaan swasta sebagai salah satu pelaku yang memegang kendali arah perekonomian.

Jika harga-harga saham (terutama saham blue-chips) naik, maka pendapatan pelaku ekonomi akan meningkat sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan naik. Sebaliknya, jika pendapatan perusahaan merosot terus menerus, maka dalam jangka waktu tertentu diperkirakan akan terjadi resesi.
Namun demikian, kita tidak bisa hanya mengandalkan pada indikator pasar saham. Mengapa? Karena ada dua hal:

Perkiraan pendapatan sebuah perusahaan bisa saja meleset.
Harga saham cenderung rawan untuk dimanipulasi. Istilah yang sering kita dengar adalah "digoreng". Hal ini tidak hanya terjadi di bursa saham negara-negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Di bursa Wall Street (AS) pernah terjadi "window dressing" (semacam manipulasi terhadap kinerja perusahaan) terhadap sejumlah saham blue-chip, hingga volume perdagangan saham tersebut meningkat dengan pesat. Dalam hal ini, jelas harga saham yang dimanipulasi tersebut tidak mencerminkan kekuatan harga yang sebenarnya (strength of value).

Selain itu, harga-harga saham cenderung untuk menggelembung (bubbles). Kondisi bubble biasanya mengindikasikan sedang terjadi penggorengan saham besar-besaran, atau mencerminkan kelatahan para pelaku pasar untuk cenderung membeli saham-saham yang harganya sedang meningkat, tanpa mempedulikan faktor pendukung dari indikator ekonomi lainnya. Keadaan ini akan sangat rentan dengan koreksi yang pada akhirnya bisa menyebabkan crash di pasar saham, seperti yang terjadi tahun 1929-1930 (The Great Depression). Terakhir kali kita tahu hal semacam ini terjadi pada tahun 2008, meski tidak separah tahun 1929-1930.

#2. Aktivitas Manufaktur.
Indikator ekonomi penting ini akan mempengaruhi pertumbuhan atau GDP (Gross Domestic Product). Aktivitas manufaktur yang meningkat akan menunjukkan naiknya permintaan, yang pada akhirnya menggerakkan roda perekonomian.

Selain itu, aktivitas manufaktur yang meningkat dengan pesat menandakan ekspansi ekonomi, mengakibatkan bertambahnya tenaga kerja, dan meningkatnya pendapatan masyarakat.

Permintaan produk manufaktur tidak hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari negara partner dagang. Oleh karena itu, aktivitas manufaktur yang meningkat juga bisa mempengaruhi volume ekspor negara tersebut, serta pada akhirnya berdampak pada neraca perdagangan. Seperti diketahui, neraca perdagangan yang surplus akan cenderung memperkuat nilai mata uang negara tersebut.

#3. Level Persediaan Barang (Inventory Level).

Persediaan barang yang meningkat menunjukkan dua kemungkinan:
1. Naiknya permintaan hingga wholesaler atau distributor harus menambah persediaan barang.
2. Merosotnya permintaan hingga persediaan menumpuk akibat bertambahnya pasokan dari pabrik, sementara permintaan dari retailer berkurang.

Pada kemungkinan pertama, persediaan sengaja ditambah untuk mengantisipasi permintaan yang meningkat. Jika sesuai dengan perkiraan, maka level persediaan barang yang tinggi akan meningkatkan keuntungan distributor dan produsen, sehingga berdampak positif pada perekonomian. Sebaliknya, bila kemungkinan kedua yang terjadi, maka pasokan melebihi permintaan. Selain menyebabkan turunnya harga barang, biaya penyimpanan dan operasional bisa merugikan distributor dan produsen.

Kedua kemungkinan tersebut juga bisa diketahui dari perubahan indikator penjualan ritel (Retail Sales) dan indeks kepercayaan konsumen. Sehingga, laporan level persediaan jarang diperhatikan. Para pelaku lebih cenderung mengamati penjualan retail. Namun, data level persediaan barang sangat berarti bagi produsen dan tak kalah penting dari data penjualan ritel.

#4. Penjualan Retail (Retail Sales).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, indikator ekonomi penting ini sangat berhubungan dengan level persediaan barang dan aktivitas manufaktur. Barang-barang retail berhubungan langsung ke konsumen dan sangat berdampak pada tingkat inflasi. Untuk memilah kategori barang manufaktur yang mempengaruhi inflasi, indikator ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
penjualan retail inti (Core Retail Sales) yang tidak memperhitungkan penjualan otomotif, dan
penjualan retail total (Retail Sales).
Para analis sering menyimpulkan bahwa peningkatan data penjualan retail akan ikut menyumbang kenaikan GDP, yang pada akhirnya akan memperkuat nilai tukar mata uang. Namun, data ini tetap ada kekurangannya.

Kekurangan dari data Penjualan Retail antara lain adalah tidak menyebutkan bagaimana konsumen membeli barang-barang tersebut, misalnya apakah konsumen mendapatkan barang tersebut dengan berhutang atau dengan dana yang diperoleh dari pinjaman. Jika sebagian besar konsumen membayar dengan kredit, atau dengan uang hasil pinjaman, maka potensi kredit macet bisa saja terjadi dan menimbulkan masalah ekonomi lainnya. Namun demikian, pada umumnya meningkatnya data penjualan retail akan berdampak positif pada perekonomian.

#5. Building Permits (Ijin Pendirian Bangunan).
Building Permits atau ijin pekerjaan konstruksi dan pembangunan perumahan baru menunjukkan prediksi ketersediaan bangunan atau real estate untuk waktu yang akan datang. Bertambahnya jumlah Building Permits mengindikasikan tumbuhnya industri konstruksi yang tentunya akan diikuti oleh pertambahan kebutuhan tenaga kerja dan meningkatnya pendapatan perusahaan konstruksi dan perumahan, yang juga akan menyumbang kenaikan angka GDP.

Namun demikian, seperti halnya level persediaan barang (inventory level); jika makin banyak rumah baru yang dibangun hingga melebihi kebutuhan konsumen, maka level pasokan rumah akan lebih besar dari permintaan pasar. Surplus dapat mengakibatkan merosotnya harga. Pada gilirannya, tidak hanya perumahan baru yang harganya merosot, melainkan juga perumahan atau bangunan yang sudah eksis.

#6. Pasar Perumahan (Housing Market).
Turunnya harga perumahan adalah koreksi dari inflasi pasar perumahan, akibat penggelembungan harga (bubble). Jika pasar perumahan sedang lesu, maka akan berdampak negatif pada perekonomian karena:

Kekayaan pemilik rumah akan berkurang akibat merosotnya harga.
Tenaga kerja di bidang konstruksi dan pemasaran rumah atau bangunan akan berkurang, dan meyebabkan bertambahnya angka pengangguran.

Pendapatan pemerintah dari pajak perumahan dan bangunan akan berkurang, dan hal ini akan berdampak pada kondisi fiskal pemerintah.
Sebaliknya, inflasi pasar perumahan yang sangat tinggi bisa membahayakan perekonomian, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 silam. Housing bubble sering disebut-sebut sebagai biang kerok resesi yang terjadi di AS saat itu. Oleh karena itu, pelaku pasar biasanya mengamati bermacam-macam data perumahan sekaligus di setiap periode.

7. Jumlah Bisnis Baru (New Businesses Startups).
Biasanya, yang dimaksud dengan New Business Startups adalah tumbuhnya bisnis-bisnis baru skala kecil dan menengah, termasuk home industries dan sektor informal. Jenis bisnis semacam ini selalu tumbuh silih berganti seiring dengan pendapatan masyarakat.

Dari survey yang pernah dilakukan, jumlah perekrutan tenaga kerja pada sektor ini dalam suatu periode tertentu lebih besar dari perusahaan yang lebih besar, sehingga ikut memberi kontribusi dalam mengurangi tingkat pengangguran.

Di negara-negara sedang berkembang, bisnis skala kecil dan menengah memberikan kontribusi yang signifikan pada Gross Domestic Product (GDP). Ide, inovasi dan produk yang dihasilkan bisa meningkatkan volume perdagangan. Bahkan di negara maju seperti Jepang, pemerintahnya sangat memperhatikan perkembangan bisnis baru skala kecil dan menengah yang sedang tumbuh.

Indikator Ekonomi Penting Bersifat Lagging
Tidak seperti indikator leading, indikator lagging baru dilaporkan setelah terjadi perubahan keadaan ekonomi. Indikator lagging mengkonfirmasi perubahan ekonomi dan membantu identifikasi trend perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Indikator ekonomi penting bersifat lagging ada sembilan jenis.

#Indikator Ekonomi Penting Bersifat Lagging

#1. Perubahan Gross Domestic Product (GDP).
Biasanya, Gross Domestic Product (GDP) digunakan oleh ekonom dan analis untuk mengetahui ukuran perekonomian suatu negara, sedang tumbuh atau sedang mengalami kontraksi (perlambatan). Jika pertumbuhan GDP meningkat, maka perekonomian cenderung kuat. Demikian pula sebaliknya, jika GDP menurun, maka perekonomian cenderung lesu.
Namun, indikator ini juga ada kekurangannya. Seperti halnya indikator pasar saham yang kadang tidak menunjukkan kekuatan harga saham yang sebenarnya, GDP juga bisa demikian. Seperti misalnya program quantitative easing (QE) dan pengeluaran pemerintah yang berlebihan (stimulus fiskal). Kenaikan GDP akibat stimulus, sebenarnya adalah kenaikan semu yang memang dilakukan pemerintah guna mengoreksi kemerosotan pertumbuhan ekonomi.

Sebagai indikator lagging, GDP menunjukkan kondisi yang telah terjadi, bukan yang sedang terjadi atau yang akan terjadi. Ekonom dan analis melihat keadaan booming atau resesi berdasarkan angka GDP dari kwartal ke kwartal. Umumnya, jika GDP akhir per kwartal telah turun 2 kali berturut-turut, maka bisa dianggap perekonomian sedang menuju ke keadaan resesi.

#9. Pendapatan Dan Upah.
Jika ekonomi berjalan dengan efisien, tingkat pendapatan seharusnya meningkat dengan teratur tiap periode tertentu untuk menyesuaikan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Bagi negara-negara maju yang mengukur tingkat upah dengan jumlah jam kerja, maka pendapatan yang menurun menunjukkan jumlah jam kerja yang berkurang atau tingkat upah yang memang diturunkan. Pendapatan yang berkurang juga bisa disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kehilangan pekerjaan akibat perusahaan yang kolaps.

Baik turunnya pendapatan maupun berkurangnya upah, keduanya merefleksikan kondisi ekonomi yang sedang suram. Di negara industri, tingkat pendapatan dan upah disurvey dan dirinci sesuai dengan gender, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan, guna mengetahui trend di setiap kelompok.

#10. Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate).
Indikator ini sangat penting dan dijadikan acuan pemerintah di banyak negara dalam menilai kondisi ekonomi. Tingkat pengangguran mengukur persentasi jumlah tenaga kerja yang sedang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Dalam kondisi perekonomian yang normal, ekonom dan analis mematok angka pengangguran antara 3% hingga 5%.

Jika tingkat pengangguran tinggi, maka pengeluaran konsumen juga akan berkurang yang akan menyebabkan berkurangnya penjualan retail, perumahan, dan lain-lain, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada GDP. Pengeluaran pemerintah juga akan membengkak akibat kompensasi klaim pengangguran dan program-program lain untuk kesejahteraan masyarakat (ini hanya berlaku di negara-negara maju yang menyediakan layanan tersebut).
Kekurangannya, indikator ini hanya mengukur jumlah penganggur (atau pencari kerja) dalam periode waktu sebulan, dan sering kali mereka yang mendapatkan pekerjaan paruh waktu (part-time) dianggap telah bekerja penuh. Namun terlepas dari kekurangan tersebut, indikator Tingkat Pengangguran masih dianggap penting.

#11. Tingkat Inflasi.
Tingkat inflasi menunjukkan kenaikan harga-harga di tingkat konsumen maupun tingkat produsen dalam suatu periode tertentu. Ada beberapa jenis indikator tingkat inflasi. Indikator tingkat inflasi utama yang banyak digunakan adalah Consumer Price Index (CPI). Sedangkan data tentang inflasi di tingkat produsen disebut PPI (Producer Price Index).

CPI diperhitungkan dengan mengukur perubahan harga barang dan jasa termasuk makanan dan minuman, sarana transportasi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Perubahan harga dihitung berdasarkan kenaikan rata-rata kelompok-kelompok barang dan jasa tersebut dalam suatu periode waktu tertentu. Jadi, naik atau turunnya harga satu jenis barang saja tidak menunjukkan adanya inflasi.

Tingkat inflasi yang tinggi berarti kenaikan harga-harga lebih cepat menggerogoti nilai uang, dibanding kecepatan naiknya pendapatan konsumen, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap. Dengan demikian, daya beli konsumen akan menurun, sehingga standar kehidupannya juga merosot. Tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi faktor-faktor lainnya, seperti menurunnya jumlah tenaga kerja dan GDP.Namun demikian, tingkat inflasi yang normal (tidak terlalu tinggi) cenderung berdampak positif.

Sebaliknya, keadaan deflasi atau penurunan harga, justru bisa berdampak negatif pada perekonomian. Deflasi yang terjadi terus-menerus bisa menyebabkan resesi. Deflasi timbul bila konsumen cenderung untuk mengurangi pengeluarannya. Ini terjadi bersamaan dengan berkurangnya jumlah uang beredar.

Dalam kondisi deflasi, perusahaan-perusahaan cenderung untuk menurunkan harga jual karena persediaan yang melebihi permintaan. Namun, keuntungannya jadi berkurang, sehingga tidak mampu membayar hutang dan mengurangi karyawan. Tentu saja, hal ini akan berdampak negatif pada ekonomi.
#12. Nilai Tukar Mata Uang.
Nilai tukar mata uang yang kuat akan meningkatkan daya jual dan daya beli sebuah negara terhadap negara lainnya. Negara dengan mata uang yang lebih kuat akan bisa mengimpor produk-produk dari negara lain dengan harga yang lebih murah. Sebaliknya, jika mata uang suatu negara melemah, maka permintaan akan produk-produk negara tersebut akan meningkat karena harganya menjadi lebih murah bagi negara lain.

#13. Tingkat Suku Bunga.
Suku bunga umumnya terdiri atas suku bunga pinjaman dan deposito. Jika tingkat suku bunga meningkat, maka nilai mata uang biasanya cenderung untuk menguat.

Penentuan suku bunga didasarkan pada suku bunga acuan yang ditentukan oleh bank sentral. Sedangkan bank sentral akan menggunakan suku bunga sebagai instrumen untuk membantu mencapai target inflasi tertentu yang diharapkan (tidak terlalu rendah, juga tidak terlalu tinggi). Apabila inflasi sudah terlalu tinggi, maka bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan untuk mengurangi peredaran jumlah uang. Sebaliknya, jika terjadi deflasi atau penurunan laju inflasi, maka bank sentral akan cenderung untuk menurunkan suku bunga acuan.

#14. Corporate Profits (Laba Perusahaan).
Corporate Profits atau keuntungan dari perusahaan-perusahaan besar akan berdampak pada GDP. Jika keuntungan meningkat, maka GDP akan cenderung naik. Harga-harga saham  juga akan meningkat karena investor juga menginvestasikan keuntungan di pasar saham.

#15. Neraca Perdagangan.
Neraca perdagangan adalah selisih total nilai ekspor dan impor. Jika terjadi surplus, berarti ada aliran dana yang masuk. Sedangkan jika terjadi defisit, berarti lebih banyak uang yang keluar dari negara tersebut. Neraca perdagangan yang surplus lebih diinginkan, dan biasanya memperkuat nilai tukar mata uang (kurs).

#16. Harga Komoditi (dalam US Dollar).
Komoditi seringkali berkontribusi besar bagi perekonomian suatu negara. Bagi negara pengekspor, kenaikan harga komoditi akan mendorong GDP meninggi dan perekonomian berkembang. Sedangkan bagi negara pengimpor, kenaikan harga komoditi merepresentasikan meningkatnya biaya-biaya dalam perekonomian.

Karena perdagangan komoditi antar negara umumnya menggunakan mata uang US Dollar, maka yang termasuk indikator ekonomi penting adalah harga komoditi dalam US Dollar di pasar internasional, bukan harga jenis-jenis komoditi di pasar lokal.

6 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang suatu negara adalah relatif, dan dinyatakan dalam perbandingan dengan mata uang negara lain. Apa yang menyebabkan nilai tukar itu bisa naik turun?
Di samping tingkat inflasi dan suku bunga, nilai tukar mata uang sering digunakan untuk mengukur level perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana hampir sebagian besar negara-negara di dunia saat ini terlibat dalam aktivitas ekonomi pasar bebas. Bagi perusahaan investasi dan investor mancanegara, nilai tukar mata uang akan berdampak pada return dan portofolio investasinya.

#Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang suatu negara adalah relatif, dan dinyatakan dalam perbandingan dengan mata uang negara lain. Tentu saja perubahan nilai tukar mata uang akan mempengaruhi aktivitas perdagangan kedua negara tersebut. Nilai tukar yang menguat akan menyebabkan nilai ekspor negara tersebut lebih mahal, dan impor dari negara lain lebih murah, dan sebaliknya. Berikut adalah 6 faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang antara dua negara:

#1. Perbedaan Tingkat Inflasi Antara Dua Negara
Suatu negara dengan tingkat inflasi konsisten rendah akan lebih kuat nilai tukar mata uangnya dibandingkan negara yang inflasinya lebih tinggi. Daya beli (purchasing power) mata uang tersebut relatif lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad 20 lalu, negara-negara dengan tingkat inflasi rendah adalah Jepang, Jerman dan Swiss, sementara Amerika Serikat dan Canada menyusul kemudian. Nilai tukar mata uang negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi dibandingkan negara partner dagangnya.

#2. Perbedaan Tingkat Suku Bunga Antara Dua Negara
Suku bunga, inflasi, dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku bunga, bank sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor domestik dan luar negeri akan tertarik dengan return yang lebih besar.

Namun jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar hingga bank sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika bank sentral menurunkan suku bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

#3. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan antara dua negara berisi semua pembayaran dari hasil jual beli barang dan jasa. Neraca perdagangan suatu negara disebut defisit bila negara tersebut membayar lebih banyak ke negara partner dagangnya dibandingkan dengan pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam hal ini negara tersebut membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner dagang, yang menyebabkan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara partnernya melemah. Keadaan sebaliknya disebut surplus, dimana nilai tukar mata uang negara tersebut menguat terhadap negara partner dagang.

#4. Hutang Publik (Public Debt)
Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit maka public debt membengkak. Public debt yang tinggi akan menyebabkan naiknya inflasi. Defisit anggaran bisa ditutup dengan menjual bond pemerintah atau mencetak uang. Keadaan bisa memburuk bila hutang yang besar menyebabkan negara tersebut default (gagal bayar) sehingga peringkat hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

#5. Ratio Harga Ekspor Dan Harga Impor
Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor maka nilai tukar mata uang negara tersebut cenderung menguat. Permintaan akan barang dan jasa dari negara tersebut naik yang berarti permintaan mata uangnya juga meningkat. Keadaan sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari harga ekspor.

#6. Kestabilan Politik Dan Ekonomi
Para investor tentu akan mencari negara dengan kinerja ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut.

Resiko Itu Pasti Ada, Tinggal Bagaimana Kita Mengelolanya

Setiap kegiatan dan aktivitas di dunia ini pastinya memiliki resiko, termasuk trading. Bagaimana cara terbaik untuk mengelola resiko?


Semua kegiatan yang kita lakukan pasti memiliki resiko, baik besar maupun kecil pasti akan ada resikonya. Dalam kegiatan keseharian pun resiko adalah teman sejati yang selalu setia menemani kemanapun kita melangkah. Dia tidak mau menghindar atau bahkan dihindari. Karena sekuat apapun kita menghindar maka sekuat itu pula resiko itu mendekat.

#Resiko Trading
Begitupun dalam kegiatan usaha, yang namanya resiko itu pasti selalu ada dan tidak akan pernah bisa dihilangkan. Tidak peduli besar atau kecil jenis usahanya dan tidak peduli jenis usaha apa yang sedang dijalankannya. Kalau kita menyadari bahwa resiko adalah teman sejati setiap langkah kita, sahabat terdekat dengan setiap kegiatan bisnis kita, maka sangatlah tidak bijak seandainya kita melupakan, menghindari ataupun menjauhi resiko tersebut.

Resiko itu bukan untuk dihindari, namun harus dihadapi dan dikelola. Karena apabila kita mampu menghadapi dan mengelolanya dengan benar, maka kita bisa mengelola potensi-potensi kerugian yang ada. Ada seorang trader pernah berkata seperti ini "jangan tanyakan kepada diri Anda berapa persen Anda siap menerima keuntungan, tetapi tanyakanlah berapa persen Anda siap menanggung kerugian."

Pertanyaan di atas menjadi sangat penting karena berhubungan erat dengan mental (emosi) kita saat melakukan trading. Dan juga kita akan mengetahui bagaimana harus mengelola risiko yang sudah terukur itu menjadi sebuah keuntungan.

Mungkin sudah terlalu banyak bukti dari pengalaman para trader yang membiarkan kerugian itu terus berjalan karena tidak mau rugi dan berharap harga akan balik kembali. Tetapi justru pada akhirnya malah menderita kerugian yang cukup banyak. Kenalilah resiko itu, bersahabatlah dengan resiko itu dan kelolalah resiko itu. Maka kita akan bisa mengembangkan perdagangan sesuai dengan apa yang diharapkan. Jadi, tanyakanlah kepada diri sendiri sebelum melakukan trading forex, berapa persen mental saya mampu atau sanggup menanggung kerugian. Kemudian cobalah untuk mengelola potensi kerugian tersebut agar menjadi keuntungan.


Perbedaan Indikator RSI Dan Stochastics: Mana Yang Lebih Unggul?

RSI dan stochastics sama-sama dipakai untuk mengidentifikasi keadaan overbought atau oversold, dan keadaan divergensi. Namun kedua indikator tersebut dibuat dengan dasar filosofi dan formula yang berbeda.


# Relative Strength Index (RSI)
RSI dibuat untuk mengukur kecepatan perubahan harga. Dalam model pengukuran ini pergerakan harga diasumsikan elastis, dalam arti bisa bergerak sejauh jarak tertentu dari harga sekarang sebelum berbalik arah atau retrace. Kenaikan harga yang lebih cepat akan mengakibatkan keadaan jenuh beli atau overbought, dan penurunan harga yang lebih cepat akan mengakibatkan keadaan jenuh jual atau oversold. Nilai RSI berbanding proposional dengan kecepatan gerak dan besaran harga sehingga bisa digunakan untuk mengidentifikasi keadaan overbought dan oversold.

Formula RSI adalah : RSI = 100 - ( 100 / (1+U/D) ), dimana U adalah nilai rata-rata perubahan harga yang positif  atau naik dalam periode waktu tertentu, dan D adalah nilai rata-rata perubahan harga yang negatif atau turun dalam periode tertentu. Makin sering terjadi kenaikan harga dalam periode waktu tersebut akan makin tinggi nilai RSI. Dengan hanya berubah jika terjadi perubahan besaran harga (naik atau turun), maka RSI akan menyaring sinyal-sinyal yang tidak mengandung informasi perubahan harga, dan dengan periode waktu pengukuran yang makin kecil maka RSI akan semakin cepat berubah (lebih sensitif).

Range nilai RSI adalah 0 hingga 100, dan pada umumnya RSI diatas 70 diasumsikan kemungkinan keadaan overbought dan dibawah 30 diasumsikan kemungkinan oversold. Tetapi bukan berarti harga akan berbalik arah jika nilai RSI berada pada 2 nilai ekstrem tersebut, karena dalam kenyataannya elastisitas pergerakan harga tidak bisa diukur dengan pasti. Interpretasi secara umum bila RSI berada diantara 50 hingga 70 harga akan bergerak dengan trend positif (uptrend) dan jika berada diantara 30 hingga 50 harga akan bergerak dengan trend negatif (downtrend).

# Stochastics
Indikator stochastics lebih mengukur momentum dimana pergerakan harga telah mencapai keadaan overbought atau oversold sehingga bisa mengidentifikasi kemungkinan retrace atau reversal. Formula indikator stochastics didasarkan pada pentupan harga sekarang dibandingkan dengan range harga dalam periode waktu tertentu. Filosofi dasar indikator ini adalah jika trend atau harga sedang naik maka harga akan cenderung ditutup dekat dengan harga tertinggi dalam range,dan jika trend atau harga sedang turun maka akan cenderung ditutup dekat dengan harga terendah dalam range.

Sama dengan RSI, range nilai stochastics adalah 0 hingga 100, dan pada umumnya nilai stochastics diatas 80 diasumsikan keadaan overbought dengan kemungkinan harga akan retrace (bergerak turun), sementara dibawah 20 diasumsikan keadaan oversold dengan kemungkinan akan kembali bergerak naik.
Hal ini bukan berarti harga akan berbalik arah jika nilai stochastics berada pada 2 nilai ekstrem tersebut. Ketika trend sedang kuat nilai stochastics akan tetap berada pada area ekstremnya (overbought atau oversold) karena harga akan selalu ditutup dekat dengan level tertingginya (untuk uptrend), atau level terendahnya (untuk downtrend).

# Contoh Perbedaan Indikator RSI Dan Stochastics
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa RSI akan lebih akurat jika diterapkan pada kondisi pasar yang sedang trending dibandingkan stochastics. Sedangkan stochastics akan lebih akurat untuk kondisi pasar yang sideways atau ranging. Berikut contoh aplikasi kedua indikator tersebut pada chart daily EUR/USD dan AUD/USD:

Pada chart daily EUR/USD, untuk periode waktu ketika harga bergerak downtrend, indikator RSI (14) berada pada level antara 30 hingga 50 yang menunjukkan kondisi trend negatif (bearish) dan tidak pernah menyentuh level 50 (netral), sementara indikator stochastics (14,3,3) menunjukkan kondisi oversold (dibawah level 20) hingga kondisi bullish (diatas level 50) yang menyebabkan kesalahan interpretasi, atau menimbulkan false signal.

Sementara untuk kondisi sideways pada chart daily AUD/USD di atas, indikator RSI (14) berosilasi di sekitar level 50.0 dan tidak menunjukkan keadaan overbought atau oversold, sementara indikator stochastics (14,3,3) dengan jelas menunjukkan 2 kali keadaan oversold dan 2 kali overbought. RSI baru berada pada area oversold ketika harga telah turun beberapa hari kemudian, sedang stochastics telah memberikan sinyal sell ketika kurva %K memotong %D saat harga mulai turun dengan tajam.

Contoh di atas menunjukkan indikator RSI lebih reliable untuk kondisi trending, sementara stochastics lebih akurat untuk kondisi pasar yang sideways (ranging). RSI sering digunakan pada time frame rendah terutama trader harian untuk mengetahui kecepatan perubahan harga dan kecenderungan trend dalam jangka pendek, sementara stochastics umumnya digunakan oleh swing trader untuk mengidentifikasi momentum pada jangka menengah panjang.

4 Tips Mengoptimalkan Penghasilan Dari Trading Forex

Bagaimana Cara Membuat Bisnis Trading Forex Menguntungkan
Setelah Anda memahami dan merencanakan anggaran berdasarkan biaya-biaya trading forex di atas, sekarang saatnya berfokus pada bagaimana cara memperoleh dan mempertahankan keuntungan.

Ingat bahwa keuntungan pada disiplin bisnis adalah bagaimana cara menghasilkan penerimaan (posisi profit) lebih besar daripada pengeluaran (posisi rugi, biaya trading, sarana trading). Berikut adalah tips untuk mengoptimalkan penghasilan dari trading forex:

#1. Utamakan Rasio Risk dan Reward

Setiap kali hendak membuka posisi, Anda harus memutuskan apakah rasio resiko terhadap reward cukup realistis untuk mencapai target profit. Paling tidak rasio 2R (Reward 2 kali lebih besar dari Risk) harus bisa Anda capai dengan meletakkan TP dengan raihan pip dua kali lebih besar dari SL.

#2. Fokus pada Money Management

Money management menitikberatkan pada manajemen dan kontrol resiko. Anda akan mengatur seberapa besar resiko yang akan Anda tanggung setiap kali OP dengan position sizing dan peletakkan SL dan TP sebagai exit.

#3. Jangan terjebak Overtrade

Anda tidak perlu mengambil resiko berlebihan dengan OP terlalu banyak demi menghasilkan profit. Pertimbangkan untuk membatasi resiko trading forex dengan membuka posisi hanya pada saat sinyal dengan kualitas tinggi muncul, layaknya bertrading seperti penembak jitu.

#4. Gunakan sistem trading secara konsisten

Buatlah sistem trading untuk menentukan langkah-langkah pembukaan dan penutupan posisi. Jika Anda menerapkan kedisiplinan dalam menjalankan sistem trading secara konsisten, akan lebih mudah untuk menghitung dan memanajemen resiko serta perolehan profit.

#Kesimpulan
Trading forex memang bukan termasuk salah satu bentuk bisnis konvensional, namun bukan berarti Anda bisa berharap menghasilkan profit dalam jumlah besar hanya dari spekulasi belaka saja. Disiplin bisnis dapat diaplikasikan pada trading forex, terutama agar penghasilan (posisi profit) dapat dikelola secara optimal untuk menunjang biaya dan pengeluaran (posisi loss, biaya trading dan sarana trading) serta menghasilkan keuntungan.

Sukses Trading Forex Dengan Disiplin Bisnis

Forex trading tidak bisa dijalankan asal-asalan dengan hanya modal spekulasi. Butuh mindset seperti businessman dan disiplin bisnis agar bisa mendapat penghasilan besar.
Seringkali trader pemula tertarik untuk menggeluti trading forex dengan keinginan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Nyatanya, saat mereka menjalankan akun live trading untuk kali pertama, kemungkinan besar semua deposit modal hangus alias margin call. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan trader memandang kegiatan trading forex sebagai ajang murni spekulasi tanpa dasar disiplin bisnis.

Disiplin bisnis membutuhkan perencanaan dan struktur di mana biaya adalah salah satu faktor penting untuk diperhitungkan. Sederhananya, jika Anda menginginkan keuntungan, maka penerimaan harus lebih besar dari pengeluaran.

Bisnis Trading Forex Membutuhkan Biaya
Menjalankan sebuah bisnis membutuhkan administrasi biaya berkelanjutan. Cara pandang tersebut harus disadari trader jika dia benar-benar berusaha mendapatkan keuntungan dalam menjalankan bisnis forex. Berikut adalah biaya-biaya dalam trading forex:

#1. Posisi Rugi

Posisi rugi adalah biaya paling besar sebagai tanggungan dalam bisnis trading forex. Pandangan tersebut akan melatih trader untuk mengontrol keterlibatan emosi pada setiap posisi rugi. Anggaplah seperti ini; seorang wirausahawan tidak akan resah atau marah ketika harus mengeluarkan biaya untuk membayar gaji karyawan atau membeli bahan baku, karena dia tahu bahwa biaya tersebut memang harus disiapkan untuk menjalankan bisnis.

Posisi rugi tidak dapat dihindari, tidak peduli keahlian bertrading atau seberapa banyak perolehan keuntungan. Oleh karena itu, trader harus belajar untuk menghadapinya sebagai biaya terbesar dalam trading forex.

#2. Biaya Trading

Setiap kali trader membuka posisi, broker akan membebankan biaya trading dalam bentuk spread dan/atau komisi.

Anda perlu memperhatikan seberapa besar pengeluaran dari biaya trading tersebut agar Anda mampu mengkalkulasikan seberapa besar profit harus dihasilkan untuk mengkover biaya-biaya di atas (termasuk posisi rugi).

Gaya bertrading juga memiliki andil dalam mengatur pengeluaran biaya trading. Pada scalping resiko lebih kecil namun biaya trading lebih tinggi karena frekuensi OP tinggi. Sedangkan pada swing trading beban biaya tradingnya lebih kecil namun melibatkan resiko tinggi karena TP dan SL umumnya dipasang jauh dari posisi OP.

Perhatikan pula broker dengan beban swap (rollover) yang tinggi, di mana Anda bisa jadi menanggung biaya tambahan jika menahan posisi sampai berhari-hari.

#3. Sarana Bertrading

Sarana bertrading pada dasarnya adalah software dan hardware pendukung bagi trader untuk melaksanakan kegiatan trading forex. Contohnya antara lain adalah sarana pendukung seperti komputer (PC, Laptop) dan koneksi internet.

Karena modal dan kebutuhan trading berbeda-beda, biaya dari sarana bertrading umumnya akan sangat bervariasi dari satu trader dengan trader lain. Bisa saja Anda memilih untuk menggunakan komputer trading dengan setup monitor lebih dari satu serta meja dan kursi mewah yang tentunya akan menggelembungkan biaya.

Rencanakan biaya anggaran untuk membeli sarana bertrading secara bijaksana. Jangan sampai terlalu tinggi sebelum Anda benar-benar menghasilkan profit untuk menunjangnya.

Full Indicator vs Naked Chart

Banyak teman trader, terutama yang baru belajar trading menanyakan: “indikator apa sih yang paling bagus?” Saya selalu menjawab pertanyaan seperti ini dengan jawaban standar: “semua indikator bagus kok, tergantung pemahaman kita terhadap indikator tersebut.” Terus-terang, itu jawaban yang paling “aman” daripada saya kemudian harus menerangkan satu atau bahkan beberapa indikator dari pengertian, cara bacanya, kelebihan dan kekurangan sampai ke pamahaman. Lah… ntar saya gak jadi trading dong.

Tapi, bukan berarti jawaban itu saya berikan karena semata-mata males nerangin loh. Sebenernya kalau dilihat filosofinya ya memang seperti itu adanya. Dalam trading forex kan ada banyak sekali indikator. Masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Tinggal kita aja yang pilih, mau pake yang mana. Atau kalau belom terpuaskan dengan indikator yang ada, ya bikin custom indicator sendiri aja.

Memahami indikator itu mirip seperti memahami pasangan kita. Kita harus paham watak dasar dari indikator tersebut. Kita juga harus tau, kapan dia ngambek alias ngasih false signal dan juga mesti tau bagaimana cara ngerayunya atau mensikapinya. Sebaliknya, kita juga mesti tanggap, kalau pas dia lagi tersenyum alias ngasih sinyal yang terang benderang. Gak usah ragu deh, langsung hantam aja.

Ok deh, setelah paham satu indikator, biasanya kita akan terpacu untuk memahami indikator lain. Mulai deh, muncul masalah baru. Banyak temen trader yang malahan mengeluh setelah tahu banyak indikator; “makin banyak tau kok jadi makin ragu yaa?”

Banyak yang malahan merasa, trading jadi terasa ruwet setelah “agak” paham tentang indikator. Sempat terlintas di benak saya setelah rada ngerti tentang beberapa indikator; “wew… kok malah jadi bikin ragu untuk open nih? Mendingan dulu, waktu belom pake indi, OP hanya menurut feeling aja… malahan lebih mantaps tuh" Nah, jadi gimana tuh? Perlu gak sih kita paham banyak indikator?

Trus juga, idealnya, ada berapa indikator yang kita pasang di satu chart? Wah, kalo ditodong seperti itu, paling-paling saya juga menjawab dengan jawaban”aman” lagi: secukupnya. Biasanya sih saya pake satu indikator untuk melihat trend, satu indikator untuk melihat momentum, dan satu indikator untuk melihat batasan support-resistance.”

Paling-paling setelah itu, pertanyaan berlanjut dengan: “coba lihat chart-nya dong, indi apa yang biasanya dipake?”

Mmm... ya udah, saya jawab apa adanya aja. Saya biasanya pake indi dengan settingan begini begitu… atau.. kalo lagi males ya cukup Naked Chart aja. Nah kan, akhirnya keluar juga deh, bahwa ternyata indikator bagaimanapun juga cuma alat bantu. Keputusan tetap sepenuhnya ada di tangan kita. Indikator cuma berperan meningkatkan keyakinan kita terhadap tingkat keberhasilan keputusan kita.

Jadi suka-suka kita aja, mau pake indikator bertumpuk-tumpuk di chart kita, atau cukup pake naked chart, alias trading tanpa indikator, cuma pakai candlestick doang. Asalkan kita bisa yakin dalam mengambil keputusan, itu semua terserah kita. Itulah enaknya trading. Nggak ada keharusan apapun, termasuk keharusan dalam memilih dan memakai indikator. Kalau kata salah seorang mentor saya; “suka-suka kita lah”. Jadi, nggak usahlah  kelamaan bingung pilah-pilih indikator. Pilihlah yang paling mudah dipahami, atau pakai saja naked chart.

Pengertian Tentang Robot Trading Forex (EA)

Expert Advisor - twps2 - StarFishPopularitas Automatic Trading telah menggema dan diikuti oleh pesatnya para pengguna bahan pemasaran terkait Robot Trading Forex (EA). Sangat disayangkan membanjirnya materi promosi mengenai Robot Trading Forex (EA) dipasaran justru membawa kecendrungan para pengguna kian bingung daripada lebih bersifat informatif.

pada uaraian kali ini saya mencoba untuk mengemukakan kesalahan dari mitos Automatic Trading yang populer dikalangan para trader :


1. Penyedia Automatic Trading ialah spesialis bahasa pemprograman
Biasanya setelah coding bahasa program dalam bentuk JAVA atau C++ telah dibeli, seseorang masih perlu menghabiskan banyak waktu untuk menciptakan strategi yang intelejen secara statistik agar dapat bekerja dipasar. Oleh karena itu, tim yang terdiri dari para ahli keuangan serta teknikalis masih diperlukan. Lebih jauh lagi, jika vendor memutuskan untuk mengupgrade produk mereka, tambahan coding yang berisi strategi baru akan diperlukan.

2. Sepuluh Strategi Trading Lebih Baik Daripada Lima Strategi Trading
Ketika automatic trading pertama kali popular di Eropa,dimana fokusnya pada saat itu ialah bagaimana menyediakan algoritma yang memiliki performa terbaik. Penjualan selama dua tahun terakhir banyak para provider automatic trading beralih fokus dari performa terbaik kestrategi terbaru yang bervariasi. Alasannya mereka beralih fokus adalah semakin banyak strategi yang dimiliki klien, maka klien mereka pun akan memiliki kontrol lebih besar pada perilaku robot mereka. Sebenarnya hal ini kurang logis karena mengandalkan strategi saja tidak dapat menjamin suatu apapun. Kualitas dibanding kuantitas merupakan faktor penting, sehingga jika kita mengharapkan klien menggunakan beberapa algoritma namun keseluruhan kinerja tetap buruk sama saja bohong.

3. Teknik Optimalisasi Mudah Diintegrasikan ke dalam Automatic Trading
Mungkin banyak sekali kita temukan teknik optimalisasi pada Robot Trading Forex (EA). Namun pada dasarnya terdapat tiga langkah untuk menyusun hal tersebut :

Merumuskan sebuah problem secara matematis untuk memecahkan suatu masalah.
Memiliki teknikal numerik yang benar (dengan optimasi), dan mengimplementasikannya untuk menguji data pada harga yang sedang berlangsung dipasar.

Pemeriksaan kembali untuk melihat apakah jawabannya benar-benar sudah optimal.
Optimizer digunakan untuk mencari pilihan terbaik seperti misalnya waktu transaksi dan trade size (terdapat dalam parameter). Asumsi yang dibuat dalam objektif diatas adalah salah satu cara untuk mencari solusi. Sayangnya, spread bid/ask ataupun likuiditas dalam kondisi nyata dapat bervariasi atau berubah-ubah setiap harinya. Konsekuensinya perilaku perdagangan itu sendiri harus disesuaikan sejalan dengan perubahan yang terjadi pada harga pasar. Suatu strategi  trading yang berdasarkan objektif optimalisasi yang tidak beradaptasi pada perilaku intraday cenderung tidak efisien.

4. Arah Automatic Trading Selanjutnya Adalah Mesin Pembaca Berita
Konsep mesin pembaca berita adalah suatu software yang akan memindai feed berita dan bereaksi jika software tersebut berpikir suatu event berita tersebut akan mempengaruhi pasar. Ide seperti ini mungkin dipublikasikan secara berlebihan, namun kebanyakan provider Robot Trading Forex (EA) melupakan satu-satunya hal yang penting, yakni eksekusi yang mengacu pada reaksi market akibat suatu berita, bukan pada beritanya itu sendiri. Kebingungan sempat timbul karena fakta strategi eksekusi yang mengacu pada deteksi peluang trading yang baru, seperti misalnya mencari kombinasi keywords dalam feed berita kemudian menentukan buy atau sell suatu saham sebelum yang lainnya sempat bereaksi, cara seperti ini sesungguhnya merupakan suatu alat pendeteksi transaksi bukannya alat peng-eksekusi transaksi.

5. Auomatic Trading System Spesifik hanya Untuk Forex
Kesalahpahaman yang sering terjadi ialah teknik algoritma yang berbeda saat diperlukan untuk perdagangan komoditas yang berbeda-beda pula. Namun, ada properti statistik standar yang dapat diukur disemua jenis market terlepas dari jenis instrumennya, seperti : spread bid ask, volatility, trade volume, dan likuiditas pada harga tertentu. Sementara perbedaan diantara tiap instrument kebanyakan hanya pada peraturan bursanya seperti : market hours, tick sizes, pricing, regulasi , dsb. Maka implementasi robot dijenis market yang lain sesungguhnya tidak serumit yang dibayangkan pada sebelumnya.

4 Cara Menentukan Batas Toleransi Risiko Anda

Bagi trader forex, mengenali risiko adalah sama pentingnya dengan menargetkan profit trading. Trader sukses Paul Tudor Jones bahkan berkata, "Jangan fokus membuat uang, fokuslah melindungi apa yang Anda punya". Jadi untuk bisa berhasil bertahan di pasar forex, manajemen risiko merupakan kunci yang wajib dimiliki oleh semua trader.

Namun masalahnya, banyak trader masih bingung menentukan berapa batas toleransi risiko yang ideal. Menurut pengamatan penulis dari Babypips, topik ini merupakan salah satu pokok bahasan paling populer di forum-forum forex. Beberapa solusi menawarkan angka 1% hingga 2%, tapi ada pula yang secara khusus menyarankan risiko 5% per trade jika mengadopsi gaya trading agresif. Sekarang pertanyaannya, benarkah menentukan batas risiko bisa semudah itu?

Jika Anda tak ingin repot dan lebih suka menggunakan cara pintas, maka anjuran tersebut bisa saja diterapkan. Tapi apabila ingin profitable dalam jangka panjang, maka ukurlah batas toleransi risiko sesuai kondisi personal Anda. Nah, bagaimana cara mengukur kesesuaian tersebut? Empat cara jitu berikut ini akan mengungkap jawabannya.

1. Kenali Tujuan Trading Anda
Apakah Anda sudah punya penghasilan tetap di luar trading? Ataukah profit trading menjadi satu-satunya sumber pendapatan Anda? Jika bertujuan menjadikan trading sebagai mata pencaharian utama, maka lebih baik pilih ukuran trading yang kecil saja. Kenapa demikian? Hal ini berhubungan dengan risiko psikologis yang akan membebani trading Anda.

Katakanlah Anda berniat menggantungkan hidup dari trading, maka akan ada keharusan untuk memenuhi target profit yang jumlahnya bisa digunakan untuk membayar tagihan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Trading di bawah tekanan seperti itu jelas akan membuat mental sangat rentan terhadap rasa takut (fear) dan serakah (greed), 2 emosi trading paling negatif yang bisa menghancurkan akun Anda. Oleh karena itu, akan lebih baik jika Anda memperkecil risiko per trade dengan mengambil ukuran trading yang minim. Solusi itu bisa meringankan beban trading Anda, dan mengamankan akun dari kerugian besar.

Sementara itu, jika hanya menjadikan trading sebagai pekerjaan sampingan, Anda bisa lebih bebas menentukan batas toleransi risiko. Karena penghasilan utama tidak bersumber dari keuntungan trading, maka kerugian tak akan berpengaruh banyak pada kondisi finansial Anda. Di samping itu, Anda juga bisa belajar mengatur manajemen risiko dan meningkatkan skill trading dengan lebih leluasa, mengingat tak ada tuntutan kewajiban memenuhi target trading tertentu.

2. Ukur Dari Besar Modal
Berapa banyak investasi awal Anda? Inilah pertanyaan kedua yang perlu Anda jawab untuk menentukan batas toleransi risiko. Jika memulai trading dengan dana besar, maka tak masalah untuk mengambil lot-lot berukuran besar.

Namun jika deposit awal Anda relatif kecil, lebih baik jangan gunakan lot standard dan mini.  Sebabnya tak lain adalah untuk melindungi akun dari risiko perubahan volatilitas harga. Apabila Anda kurang bisa menyesuaikan besar modal dengan lot trading, maka peningkatan volatilitas sekecil apapun akan berpotensi mendatangkan risiko margin call.

3. Sesuaikan Dengan Pengalaman
Apabila sudah malang melintang di dunia forex, maka Anda akan punya kepercayaan diri lebih terhadap insting dan keputusan-keputusan trading. Dalam hal ini, trading dengan memasang risiko besar tak akan menjadi masalah. Justru dengan meningkatkan ukuran trading, Anda bisa dikatakan telah siap "naik kelas" dari sekedar trader pendatang baru, menjadi trader berpengalaman.

Namun sebaliknya, jangan coba-coba trading dengan batas toleransi risiko yang besar jika Anda masih kurang pengalaman. Sebagai catatan, lama pengalaman trading yang ideal tidak ditentukan dari periode tertentu, tapi kemampuan Anda untuk melepaskan diri dari pengaruh emosi. Jadi, meski telah lama berkecimpung sebagai trader sekalipun, Anda kurang disarankan untuk memperbesar ukuran trading jika masih sering membuat keputusan berdasarkan emosi.

4. Kondisikan Risiko Trading Sesuai Kenyamanan
Tahukah Anda? ukuran risiko tidak bersifat statis karena nantinya bisa disesuaikan dengan kenyamanan trading Anda. Contohnya, Anda bisa terapkan batas risiko per trade di 1% sebagai awalan. Jika dalam beberapa waktu setelah trading Anda merasa terbebani dengan ukuran tersebut, maka sah-sah saja untuk memperkecil ukuran risiko itu.

Mengubah Ukuran Risiko Trading
Di sisi lain, Anda juga bisa memperbesar ukuran trading jika prospek profit dirasa kurang 'menyulut motivasi'. Hanya saja, pastikan jika keputusan tersebut telah dipertimbangkan baik-baik dengan memperhitungkan ketiga aspek sebelumnya. Karena jika tidak, itu artinya Anda hanya akan memperbesar ukuran trading tanpa basis yang jelas, atau hanya mengejar profit karena faktor greed saja.

Akhir Kata
Apapun yang dikatakan para trader di luar sana, tak ada formula pasti dalam menentukan batas risiko paling ideal bagi masing-masing trader. Ukuran risiko 5% dari modal mungkin bisa ditolerir bagi trader profesional, tapi bisa jadi terlalu besar untuk trader pemula. Jadi sebaiknya, ukurlah sendiri batas toleransi risiko berdasarkan kondisi personal Anda. Dengan cara itulah, Anda bisa mengoptimalkan hasil trading untuk memperoleh konsistensi profit yang diinginkan.

8 Bahaya Bitcoin Ini Wajib Diwaspadai Sebelum Berinvestasi

Popularitas Bitcoin memang tak diragukan lagi. Bahkan setelah harga Bitcoin mengalami penurunan drastis dari awal tahun 2018, kapitalisasi pasar Bitcoin saat artikel ini ditulis masih di atas $100 miliar, mendominasi sekitar 38% dari seluruh pasar mata uang kripto. Terlepas dari semua itu, apakah Anda sudah menyadari tentang berbagai bahaya yang dibawa oleh Bitcoin? Bagi investor profesional, memahami instrumen dari sisi negatifnya terlebih dahulu adalah sebuah kewajiban, untuk menentukan apakah instrumen tersebut layak dijadikan sarana investasi atau tidak. Baru setelah itu, investor bisa memikirkan kesempatan ROI yang bisa diambil.

Artikel kali ini akan membahas berbagai bahaya yang bisa ditimbulkan Bitcoin secara eksklusif, baik sebagai instrumen perdagangan, investasi, maupun penyimpan kekayaan.

1. Volatilitas Ekstrim
Investasi dalam mata uang kripto, terutama Bitcoin, melibatkan risiko yang sangat tinggi dari fluktuasi harga. Banyak ahli yang skeptis tentang Bitcoin sebagai investasi, terutama karena tidak ada yang bisa mereka analisis; semuanya tergantung pada mood dan konsensus pelaku pasar saja. Vivek Belgavi, Partner dan Fintech Leader PwC mengatakan, "Tidak ada cukup banyak ekosistem terkait Bitcoin untuk memungkinkan analisa fundamental, agar Bitcoin bisa dipelajari sebagai instrumen investasi. Oleh karena itu, orang akan berinvestasi dengan informasi yang tidak sempurna dan bergabung dengan kawanan spekulan."

Karena harga mata uang kripto tidak diatur, dan semakin banyak orang memasuki pasar hanya karena tertarik pada harga tinggi, ini mungkin akan mengarah pada pembentukan gelembung Bitcoin yang akhirnya dapat meletus dan menyebabkan kerugian luas.

2. Bukan Komoditas, Bukan Pula Mata Uang
Di masa lalu, logam dengan harga tinggi seperti emas, perak, dll digunakan sebagai mata uang. Lalu datanglah mata uang yang dicetak oleh pemerintah (atau bank sentral) dan disebut sebagai "mata uang fiat".

Meskipun pendukung kripto mengklaim bahwa mata uang kripto "ditambang" menggunakan rumus matematika yang kompleks, ia tetap tidak bisa disebut sebagai komoditas. Sementara itu, klaim bahwa kripto tidak dikendalikan oleh pemerintah manapun membuatnya tidak termasuk dalam kategori mata uang. #Bersambung ...

Kurangnya kejelasan tentang asal-usul adalah masalah besar bagi Bitcoin. Sebuah formula matematika tidaklah sama seperti aset nyata yang menjadi backup suatu instrumen. Dengan kata lain, backup Bitcoin murni berasal dari permintaan semata. Ini bisa sangat berisiko bagi bisnis, industri, dan pihak-pihak yang bertrading atau berinvestasi dalam Bitcoin.

3. Kurangnya Informasi
Beberapa bankir dan pakar global telah memperingatkan para investor untuk tidak berinvestasi dalam mata uang kripto, karena mereka berpendapat bahwa itu hanyalah gelembung ekonomi yang hampir siap meledak. Jamie Dimon, CEO JP Morgan, misalnya, pernah mengungkapkan keraguannya tentang nilai Bitcoin karena situasi pergerakan nilainya yang hampir tidak masuk akal.

Masalahnya di sini jelas. Jika bankir global saja tidak memahami fenomena Bitcoin, investor ritel mungkin tidak memiliki banyak peluang dalam investasinya. Seperti kata petuah Warren Buffet, "Jika Anda tidak memahaminya, jangan berinvestasi di dalamnya".

4. Tidak Diregulasi
Tidak seperti aset investasi lainnya, Bitcoin dan mata uang kripto pada umumnya tidak diatur oleh entitas pemerintah atau bank. Tidak ada jaminan apapun yang diberikan oleh otoritas pemerintah, karena memang Bitcoin dan mata uang kripto lainnya tidak dapat dipengaruhi oleh mereka. Jika kita membeli sesuatu dengan kartu kredit dan dirampok, kita bisa menelepon bank dan meminta kompensasi. Tetapi jika kita ditipu dalam transaksi Bitcoin, semua risiko kerugian kita tanggung sendiri.

5. Masalah Legalitas
Salah satu rintangan utama di berbagai negara (termasuk di Indonesia) yang penduduknya tertarik berinvestasi pada mata uang kripto adalah kebingungan tentang status hukum. Meskipun belum dinyatakan ilegal (belum ada tindakan hukum yang jelas tentang itu), mata uang kripto hampir tidak diakui oleh bank sentral di seluruh dunia, baik sebagai mata uang, komoditas, ataupun media spekulasi.

Contoh yang paling tepat dari masalah ini adalah di India. RBI (Bank Sentral India) diketahui mengeluarkan siaran pers yang memperingatkan pengguna, pemegang, dan pedagang mata uang virtual, termasuk Bitcoin, tentang potensi risiko keuangan, operasional, hukum, perlindungan pelanggan, dan risiko terkait keamanan.

Pada bulan April 2018, RBI merilis selebaran panduan tentang larangan seluruh kegiatan terkait mata uang kripto, dan memberikan tenggat waktu selama 3 bulan untuk menutup seluruh operasional bursa kripto di India. Hal ini tentu saja mampu memicu kepanikan dari para investor, terutama jika bursa tidak mengembalikan dana klien yang sudah diinvestasikan karena perintah penutupan oleh pemerintah.

6. Kerap Dimanfaatkan Dalam Skema Penipuan
Selain masalah operasional perdagangan Bitcoin, ada juga risiko tinggi seperti penipuan. Penipu telah memanfaatkan kurangnya kejelasan mengenai Bitcoin untuk menipu mereka yang masih awam terhadap dunia kripto. Beberapa perusahaan bahkan mengklaim bisa menggandakan investasi awal dalam waktu singkat.

"Meningkatnya penggunaan mata uang virtual di pasar global mempermudah jalan bagi para penjahat untuk memikat investor ke skema Ponzi. Investor harus berhati-hati untuk menghindari janji-janji yang tidak realistis tersebut," kata Rajendra K. Sinha, Profesor di IFIM Business School. Hesham Rehman, Co-founder dan CEO Bitxoxo juga memperingatkan, "Perlu diingat bahwa Bitcoin sangat mudah berubah, sehingga tidak mungkin menawarkan pengembalian yang terjamin."

GainBitcoin adalah contoh paling tepat untuk penipuan semacam ini. GainBitcoin menawarkan Cloud Mining yang bisa memberikan ROI lebih dari 10% per bulan. Artinya, kurang dari 10 bulan, modal sudah kembali, dan service akan terus bisa digunakan. Namun setelah Bitcoin yang diinvestasikan sudah dikembalikan sekitar 50%, Withdraw ke dompet Bitcoin tiba-tiba tidak bisa dilakukan lagi. Sebaliknya, GainBitcoin meminta pelanggan untuk Withdraw dalam bentuk MCAP, mata uang kripto lain yang belum jelas.

7. Rawan Digunakan Untuk Aktivitas Ilegal
Karena kurangnya kontrol pemerintah, teroris dan pemeras juga memanfaatkan ruang mata uang kripto untuk keuntungan mereka. Transaksi obat-obatan terlarang dan barang gelap lain dapat dilakukan secara anonim, tidak dapat dilacak ataupun dideteksi. "Pengguna Bitcoin di salah satu ujung transaksi dapat menjadi anonim. Penjahat dunia maya pun akhirnya menemukan cara untuk menutupi jejak mereka, sehingga bisa sulit bagi otoritas pemerintah dan perusahaan untuk melacak kegiatan ilegal yang mereka lakukan," kata Reshmi Khurana, Kepala Krollsays yang merupakan sebuah firma keamanan dan konsultasi risiko Cyber.

8. Pemilik Kripto Bisa Menjadi Target Tindak Kejahatan
Sudah bukan rahasia lagi bahwa saldo Bitcoin bisa dilihat oleh siapapun di dunia ini. Karena itu, bisa saja hal ini memicu orang jahat untuk menargetkan akun Anda, karena tertarik dengan nilai uang yang disimpan di Dompet kripto Anda. Kejadian seperti ini pernah dilakukan oleh Louis Meza, seorang pria asal New Jersey yang tega menculik dan merampok temannya sendiri. Usut punya usut, penculikan tersebut dilakukan karena Meza tergiur aset Ethereum senilai $1.8 juta yang dimiliki kawannya.

Penutup
Poin-poin mengenai bahaya Bitcoin di atas disajikan bukan untuk menghindarkan Anda dari trading maupun investasi Bitcoin. Sebaliknya, gunakanlah pengetahuan mengenai bahaya Bitcoin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pelajarannya, berhati-hatilah dalam bertrading atau berinvestasi karena Bitcoin memiliki volatilitas ekstrim, belum jelas bentuknya, tidak diregulasi, dan belum diakui legalitasnya secara global. Selain itu, hindari penawaran-penawaran bombastis mengenai Bitcoin untuk menghindari skema penipuan berisiko tinggi, juga amankan baik-baik Dompet Bitcoin Anda agar terhindar dari ulah para "perampok" Bitcoin.

Jauhi Strategi Hedging Jika Anda Termasuk Tipe Trader Ini

Banyak trader meyakini, strategi hedging dalam forex bisa menjadi cara efektif mengurangi risiko. Ide menahan dua posisi trading yang berlawanan memang cukup menarik untuk diterapkan. Apalagi, ada pula strategi memanfaatkan korelasi pair yang membuat penerapan hedging jadi makin memikat untuk dipelajari.

Namun benarkah hedging bisa melindungi posisi Anda dari kerugian? Faktanya, banyak trader justru merasa kesulitan mengambil manfaat dari strategi hedging. Banyak di antara mereka terjebak dalam locking positions, situasi dimana trader tak tahu kapan harus melepas salah satu posisi hedging. Trader malah seringkali merugi, karena membuka 2 posisi artinya terkena spread 2 kali. Biaya trading seperti spread tentunya tak bisa dikesampingkan begitu saja, apalagi jika volatilitas harga sedang bergejolak.

Itulah mengapa, tidak semua trader cocok dengan strategi hedging. Agar terhindar dari risiko-risiko di atas, maka sebaiknya jauhi strategi hedging jika Anda termasuk ke dalam tipe trader berikut ini.

1. Sering Salah Analisa
Kualitas pertama yang dibutuhkan dalam kesuksesan strategi hedging adalah ketajaman analisa. Untuk mengetahui kapan saatnya meng-hedging posisi loss, di level mana hedging bisa dibuka, dan teknik apa yang bisa diterapkan, Anda perlu mengetahui peluang pergerakan harga terlebih dulu. Jika analisa seringkali tidak akurat, maka bukan tidak mungkin strategi hedging Anda berakhir gagal.

Contoh mudahnya, bayangkan Anda baru saja entry buy EUR/USD di harga 1.0800. Ketika harga terus turun hingga menyentuh level 1.0700, Anda memutuskan untuk melakukan hedging. Jika menganut teknik paling sederhana, open buy dan sell di pair yang sama, maka selanjutnya Anda akan membuka posisi sell EUR/USD di level 1.0700 itu tadi. Tak lama kemudian, harga kian melemah sampai ke 1.0600.

Di saat seperti itu, Anda bisa saja meyakini jika harga telah terkonfirmasi bearish, dan menutup posisi buy. Namun bagaimana jika selanjutnya harga justru rebound?

Bukannya menambal kerugian dari posisi buy sebelumnya, Anda justru menderita loss lebih banyak karena order sell masih terbuka.

Itulah mengapa, perhitungan analisa yang akurat sangat diperlukan oleh pengguna strategi hedging. Risiko kesalahan analisa pada teknik ini bisa berlipat, karena ada lebih dari 1 posisi yang harus di-manage. Di samping itu, ketidaktepatan analisa akan menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Dalam contoh trading di atas, Anda tak akan menderita kerugian lebih besar, jika analisa trading Anda memberikan sinyal untuk tidak terburu-buru menutup posisi buy.

2. Tidak Punya Money Management
Di tahap ini, Anda tentunya sudah paham jika hedging memerlukan pembukaan 2 posisi trading (minimal). Jadi pastinya, dengan melakukan hedging, Anda akan memperbesar ukuran dan risiko trading. Belum lagi, spread juga perlu diperhitungkan karena masing-masing posisi akan dikenai potongan dari biaya trading tersebut.

Agar akun trading tetap aman meski Anda membuka banyak posisi untuk keperluan hedging, pastinya diperlukan ketahanan dana yang cukup untuk menopang posisi-posisi trading yang masih floating. Money management harus menjadi prioritas, agar Anda bisa menempatkan ukuran trading di tiap posisi secara ideal. Jika trading Anda tidak mengaplikasikan money management, maka itu artinya Anda belum siap untuk menghadapi risiko hedging.

3. Masih Emosional
Sudah jadi rahasia umum bila emosi bukanlah kawan yang tepat dalam bertrading. Trader selalu disarankan untuk meminimalisir pengaruh emosi sebisa mungkin, karena keputusan-keputusan trading yang dipengaruhi emosi cenderung berujung pada kerugian besar. Namun sayangnya, tingkat kesulitan, tekanan, dan risiko di strategi hedging membuat trader lebih rentan pada ketidakstabilan emosi.

Untuk meng-hedging posisi pertama, Anda perlu membuka posisi kedua. Jika order kedua tersebut tidak berhasil, maka Anda harus meng-hedging-nya dengan posisi ketiga.

Apabila masih gagal juga, bisa saja Anda terpancing untuk membuka posisi ke-4, ke-5, ke-6, dan seterusnya. Dalam kondisi seperti itu, Anda sudah bertrading di luar rencana dan secara otomatis meningkatkan risiko kerugian.

Selain itu, strategi hedging membutuhkan banyak kesabaran untuk mendapatkan hasil akhir yang profitable. Seringkali, trader dituntut untuk bisa menghadapi posisi-posisi floating dan masing-masing loss serta profitnya dengan penuh kesabaran. Jika Anda masih emosional dan tidak telaten, maka kesulitan seperti itu akan mudah memicu keputusan-keputusan yang merugikan, seperti halnya mengambil jalan pintas termudah dengan menutup semua posisi, tanpa memperhitungkan untung ruginya.

4. Kurang Pengalaman
Ketajaman analisa, money management yang terukur, dan pengendalian emosi, merupakan 3 hal yang bisa diasah seiring dengan bertambahnya pengalaman trading. Jadi, wajar saja bila trader yang masih minim pengalaman tidak direkomendasikan untuk mendekati risiko hedging.

Mereka yang sudah pernah merasakan jatuh bangun dan masih bertahan di pasar forex, pastinya telah banyak belajar dan terlatih untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hedging. Selain itu, para trader berpengalaman telah memiliki kesabaran serta mental trading yang sangat dibutuhkan untuk menjamin stabilitas emosi ketika mengolah strategi hedging.

#Strategi Hedging Tak Mustahil Untuk Diterapkan
Tak perlu berkecil hati jika Anda masih pemula atau belum memiliki skill yang terasah dalam analisa trading. Kesempatan menggunakan strategi hedging bukannya sama sekali tertutup bagi Anda. Pengalaman bisa membuat Anda menjadi trader yang memiliki ketajaman analisa, money management, dan kontrol emosi. Oleh karena itu, banyak-banyaklah belajar tentang strategi hedging, sembari Anda mengumpulkan pengalaman yang diperlukan. Sebagai rekomendasi, menguji teknik hedging bisa dilakukan di akun demo terlebih dulu agar Anda terhindar dari risiko real.